Jumat, 13 Mei 2011

Menantang Allah

Kita sebagai manusia, tidak ada seorangpun yang meminta untuk diciptakan dan terlahir ke dunia ini. Begitu juga dengan Alam Semesta dan seisinya. Tetapi Allah pasti lebih mengetahui makna atas semua itu mengapa diciptakan-Nya.

Akal kita tak akan pernah mampu untuk menjawab dan menterjemahkan, karena memang setiap kejadian dan peristiwa sudah menjadi qalam-Nya.


Apalagi jika diantara kita masih saja ada yang meragukan keberadaan Allah. Dan masih enggan untuk bersujud atas segala karunia-Nya. Secara tidak langsung berarti kita menantang Dia, yang padahal jika nanti sudah menjadi seonggok daging tak bernyawa, apalah arti diri kita?

Banyak orang yang sholat tetapi tidak paham akan bacaan sholatnya. Banyak orang beramal tapi hanya mengharap pujian dan sanjungan. Banyak orang memberi nasehat tetapi melupakan akhlak keluarganya sendiri. Begitu banyak orang yang mengaku muslim, tapi hanya sedikit yang benar-benar mukmin.

Dunia ini cuma persinggahan, dan pasti nanti masih ada kehidupan di Akherat. Itupun buat yang mau mengimaninya. Kemana kita akan melangkah, Surga atau Neraka ? Semua berbalik pada pilihan masing-masing. Percaya ataupun tidak, itu adalah hak individu. Tetapi jika mengaku seorang muslim, hukumnya adalah WAJIB untuk tetap saling mengingatkan, bukan merasa yang paling benar.

Allah berfirman…

* Katakanlah, Dia-lah Allah Yang Maha Esa.

* Allah tempat meminta segala sesuatu.

* Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan.

* Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.

(QS Al Ikhlash 112:1-4)
From: http://filsafat.kompasiana.com/2010/05/10/bercanda-dengan-allah/

Read More..

Rabu, 04 Mei 2011

1 KEMARAHAN membutuhkan 10 CINTA

Love is Magic
By Supardi Lee
Seorang anak menangis. Usianya baru 3.5 tahun. Ayahnya membentak dengan keras. Sungguh sakit rasanya. Padahal ia hanya ingin bermain-main dengan ayahnya. Sang ayah baru pulang kerja dan sangat lelah. Melihat anaknya menangis, sang ayah pun menyesal. Ia peluk anaknya. Ia katakan: “Maafin Ayah Sayang.” Sang anak tak bergeming. Ia benar-benar kecewa pada ayahnya. Ia bahkan terus menangis sesegukan. Hal yang membuat hati sang ayah teriris-iris sembilu. Dan air mata pun mulai menggenang di matanya.


Kembali ia membujuk anaknya. “Nak, ayah mohon. Maafin ayah. Ayah tak bermaksud menyakitimu. Ayah sayang banget sama kamu”

“Aku cuma ingin main sama Ayah. Apa itu salah?”

“Tidak Nak, Tidak. Kamu tidak salah. Ayah yang salah telah membentakmu. Maafin ayah ya?” air mata sang ayah pun mengalir makin deras.

Sang anak terdiam sejenak. Tapi tangisnya telah berhenti.

Ayahnya berkata lagi: “Yuk, kamu mau main apa sih sama Ayah?”

“Aku mau main bola, Ayah. Nih bolanya dah aku siapin”

“Ayo kalau begitu” Kata sang Ayah sambil menuntun anaknya ke halaman. Tapi tiba-tiba ayah berhenti. Anaknya mengikuti berhenti juga.

”Kamu udah maafin Ayah kan, Sayang?” Tanya ayah.

Sang anak tersenyum dan mengangguk. Senyuman dan anggukan yang melegakan hati Ayah. Ayah pun memeluk. Sang anak membalas pelukan itu dengan erat. Dan ketika keduanya melepas pelukan, dua hati telah kembali ke fithrah bahagianya. Mereka pun bermain bola dengan asyik dan gembira sampai bermandikan keringat. Ajaib. Kelelahan sang ayah setelah bekerja seharian justru hilang. Mereka pun masuk ke dalam rumah dengan gembira.

Saudara yang baik, cerita di atas mungkin sering terjadi pada banyak orang. Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari sana, diantaranya:

1. Kemarahan kecil berdampak besar.

Bentakan sang ayah yang spontan mungkin terwujud dalam satu atau dua kata saja, misalnya : diam!, kenapa?, Nanti dulu! Dan sebagainya. Tapi karena kata-kata itu terlontar dari kemarahan, maka dampaknya sangat negatif. Kata-kata itu menusuk hati anaknya sampai membuatnya menangis. Mungkin karena harapan besar sang anak diluluhlantahkan seketika.

2. Diperlukan banyak cinta dan usaha untuk meredakan akibat buruk kemarahan.

Agar hubungan ayah – anak ini kembali bahagia, sang ayah harus menguras energi yang besar. Dari menyesal, minta maaf, membujuk, memeluk, bahkan sampai menangis. Itulah yang saya maksud dengan judul tulisan ini. Satu kemarahan membutuhkan 10 kasih sayang. Dan bisa juga dibalik. 10 kasih sayang bisa hilang oleh 1 kemarahan. Sama seperti kemarau satu tahun yang tak berbekas lagi karena turun hujan seharian. Karena ada fakta seperti ini, maka sebaiknya anda membiasakan diri untuk menjadi pribadi yang penuh kasih sayang. Bagaimana dengan kemarahan anda? Ya, kemarahan itu tetap ada dalam diri anda. Sewaktu-waktu bisa muncul. Tapi, saat waktunya tiba, anda bisa marah dengan cara yang baik.

3. Sering terjadi kontradiksi antara suara hati dengan tindakan.

Apakah setiap ayah mengasihi anaknya? Apakah setiap ayah rela berkorban apa saja demi kebaikan dan kebahagiaan anaknya? Apakah ayah bekerja keras luar biasa demi kepentingan anaknya? Jawaban ketiga pertanyaan ini adalah : Pasti. Itulah suara hati setiap ayah. Tapi, suara hati itu sering juga tertutupi oleh berbagai tabir. Tabir itu membuat sang suara hati terhalangi dan tidak mewujud menjadi tindakan. Tabir-tabir itu mungkin bernama kelelahan, kemarahan, egoisme, kesibukan, godaan, ambisi karir, dan sebagainya. Maka hadirlah tindakan dan perkataan yang justru bertolak belakang dengan suara hati. Bekerja lembur setiap hari, sampai melewatkan momen-momen bermain dengan anak-anak. Lupa akan hari ulang tahun istri/suami atau anak-anak karena terlalu sibuk. Terlalu mengandalkan pengasuh untuk mendidik anak. Mengekspresikan cinta pada keluarga sebatas banyaknya uang yang diberikan. Berhati-hatilah…

4. Betapa mudahnya seorang anak untuk memaafkan dengan tulus.

Pagi hari, anak anda mungkin berantem dengan temannya. Tapi siang hari, mereka telah bermain dengan asyik lagi. Yap. Anak-anak itu sangat mudah memaafkan dan kembali menikmati hidup bahagianya. Mereka tidak lama-lama dibayangi oleh dendam yang merusak hidup. Karenanya sangat lah pantas bila setiap kita belajar pada anak-anak untuk sesegera mungkin memaafkan kesalahan orang lain pada kita.

5. Cinta itu ajaib.

Percayailah cinta, karena cinta selalu yakin pada anda. Nikmatilah cinta, karena tak ada yang lebih indah darinya. Jadilah cinta, karena memang itulah sejatinya diri anda. Dan keajaiban pun akan terus menghampiri anda.

Nah saudara, berhati-hati lah dengan emosi anda. Anda harus bisa mengendalikan ekspresi emosi itu agar tidak merusak siapapun. Tidak merusak anda, dan orang-orang yang anda cintai. Selamat berekspresi.

Read More..

Ketidaksempurnaan dalam Kesempurnaan Suatu Hubungan

By Liza Marielly Djaprie
Membangun Kepercayaan Baru dalam Hubungan
“Seiring dengan berjalannya waktu… Masalah pun berlalu dengan sendirinya”

Pernah dengar kalimat itu?
Apakah memang benar?
Apa Anda percaya dengan kalimat tersebut???

Ehmm… secara pribadi saya kok tidak mempercayainya ya.
Maksud saya ya memang ada beberapa masalah yang tidak bisa diselesaikan saat itu juga dan membutuhkan waktu (sedikit) lebih lama untuk penyelesaiannya daripada masalah yang lain.

Tetapi kan jelas-jelas bukan berarti kita hanya perlu duduk ongkang-ongkang kaki dan membiarkan alam semesta ini yang membereskan semua.

Masalah harus dihadapi dan diselesaikan.
Dimana tentunya pertama-tama kita harus memilki keberanian terlebih dahulu untuk mau berhadapan langsung dengan masalah yang ada.

Ini adalah hukum yang berlaku di manapun juga.
Kita tidak akan pernah mendapatkan apapun kecuali kita berusaha untuk mendapatkannya.

Bagaimana kita dapat mengharapkan memiliki hidup yang damai dan tentram jika kita terus-menerus menumpukkan masalah di dalam ‘lemari’ kehidupan kita.
Cepat atau lambat, ‘lemari’ tersebut akan meledak karena kepenuhan toh?
Berapa banyak menurut Anda, ‘lemari’ tersebut mampu menampung masalah-masalah kita??

Saya berharap Anda tidak berpikir bahwa ‘lemari’ kita itu seperti kantong Doraemon yang dengan huebattnya mampu untuk menampung apa saja dan sampai kapan saja tanpa batas sepanjang hidup.
Ehmm… Kalau iya, berarti saya akan stop disini dan berdoa yang terbaik untuk Anda.

Tetapi kalau tidak dan Anda mulai berpikir bahwa ‘lemari’ Anda sudah hampir meledak, memuntahkan masalah-masalah yang tak tersentuh selama ini, maka mungkin sudah saatnya Anda menghadapi kenyataan yang sebenarnya.
Kenyataan bahwa Anda butuh untuk segera membersihkan ‘lemari’ Anda.

Saya percaya, kecenderungan untuk mendiamkan dan menumpuk masalah dalam ‘lemari’ Anda itulah yang seringkali menjadi kericuhan dalam sebuah hubungan. Entah itu hubungan pertemanan, hubungan keluarga atau hubungan dengan kekasih.

Individu dalam sebuah hubungan memiliki kecenderungan untuk membiarkan masalah berlalu dengan sendirinya.
Saya bahkan harus mengakui bahwa terkadang saya pun memiliki kecenderungan tersebut.

Perbedaannya mungkin terletak pada tingkat kecenderungan yang dimiliki.
Beberapa memiliki tingkat kecenderungan yang lebih rendah dan banyak berusaha untuk secepatnya menghadapi masalah-masalah yang tertunda.
Beberapa yang lain mungkin berada pada kondisi penyangkalan terus-menerus dan merasa tidak ada yang perlu untuk dihadapi.

Sejujurnya saya tidak bisa menyalahkan mereka yang berada dalam penyangkalan tersebut.
Dari semenjak lahir, kita selalu diajarkan betapa orang lain melengkapi kita.
Dari semenjak lahir, kita selalu diajarkan bahwa kita tidak sempurna dan selalu membutuhkan orang lain untuk hidup.
Memang di satu sisi hal tersebut tentunya benar.
Kita memang membutuhkan orang lain karena kita adalah makhluk sosial dan membutuhkan orang lain dalam proses belajar kita sepanjang hidup.

Namun sayangnya ajaran yang dibombardir setiap saat ini dapat pula menimbulkan 2 jenis individu.

Yang pertama adalah individu yang menjadi takut sekali untuk kehilangan seseorang (atau setiap orang) dalam hidupnya karena nantinya akan membuat ia menjadi tidak sempurna. Mereka berusaha setiap detik, setiap saat, untuk menyenangkan orang lain untuk dapat merasa sempurna meskipun mungkin hal yang dilakukan menyakiti diri sendiri. Mereka takut untuk menghadapi masalah yang ada karena mereka yakin dengan menghadapi masalah tersebut justru akan membuat hubungan yang terjalin menjadi hancur berantakan.
“Betul kan … Saya memang bodoh. Biarkan sajalah. Tidak perlu untuk membahasnya. Nanti suatu saat juga mereda sendiri masalah ini”

Atau mungkin yang kedua yang terus menyangkal membutuhkan orang lain karena ketakutannya akan ketidaksempurnaan. Mereka berusaha mati-matian untuk membuktikan betapa sempurnanya mereka sehingga tanpa orang lain pun mereka dapat hidup. Mereka selalu berhasil menggali sisi buruk dari orang lain dan selalu juara juga dalam menyalahkan orang lain ketika ada masalah yang terjadi. Setiap ada masalah, itu pasti karena orang lain dan bukan karena mereka.
“duh… dia bodoh sekali sih… dia keras kepala sekali sih… dia ini… dia itu…. Saya tidak peduli lagi! Saya bahagia untuk dapat hidup dalam dunia saya sendiri. Saya tidak butuh orang lain karena saya terlalu sempurna untuk mereka. Dunia tidak akan pernah dapat mengerti saya”

Jika kita dapat menelaah lebih lanjut, kedua bentuk reaksi tersebut sebenarnya mengarah pada emosi yang sama bukan, yaitu ketakutan.

Ini memang tampak seperti situasi yang menyedihkan sekali.
Namun BUKAN sesuatu yang tidak bisa untuk dirubah.
Seperti takdir yang ditulis di atas batu.
Kita dapat merubah kondisi tersebut jika kita memang berniat keras untuk merubahnya.
Bahkan batu pun sebenarnya dapat dipecah menjadi serpihan-serpihan kecil.

Kita dapat mulai melakukan perubahan dengan cara mulai belajar merasakan cinta dan bukan ketakutan.

Selama ini, kita sudah banyak (kenyang malah mungkin) merasakan ketakutan.
Apakah Anda tidak berpikir sudah saatnya untuk berhenti?
Apakah Anda sudah bosan dengan keadaan tersebut?

Jika iya, bagaimana jika mulai membuka lembaran hidup baru?
Mulai belajar merasakan bagaimana rasanya cinta.
Bagaimana rasanya belajar mengikhlaskan dan mencintai diri sendiri dengan segala ketidaksempurnaan yang mungkin ada.

Yup! Dengan bangga saya menyatakan bahwa kita memang tidak sempurna.
Saya tidak ingin menjadi sempurna.
Saya bukanlah manusia jika saya sempurna.
Saya selalu menyatakan bahwa saya sempurna dengan segala ketidaksempurnaan yang mungkin ada dalam diri saya.
Saya bahkan banyak belajar dari ketidaksempurnaan saya.
Saya belajar untuk berusaha, berjuang untuk merubah kondisi jika memang dapat saya rubah. Dan belajar untuk mengikhlaskan, mencintai kondisi yang memang tidak bisa saya rubah lagi.

Saya mencintai setiap aspek ketidaksempurnaan yang saya miliki sama seperti saya mencintai setiap jengkal kesempurnaan saya.
Kenapa?
Karena keduanya malah membuat saya merasa sempurna.

Kita semua tahu bahwa koin memiliki dua sisi.
Kita menerima kenyataan tersebut.

Jadi mengapa kita tidak juga menerima kenyataan bahwa kita pun memiliki dua sisi yang saling melengkapi dalam hidup ini?

Lagipula, ayolah…. Beritahu saya bagaimana caranya kita dapat membenahi masalah-masalah yang ada diluar diri kita, jika kita belum juga mampu membenahi masalah yang ada didalam diri kita sendiri.

Pemikiran yang cukup menyentak bukan?

Oleh karenanya, saya sekarang mendorong Anda untuk mulai belajar menghadapi masalah yang ada.
Saya undang Anda untuk mulai mencintai diri Anda dan berhadapan langsung dengan ‘setan-setan’ Anda.
Mulai dari hal-hal kecil dalam diri Anda, perlahan demi perlahan, lalu mulai mencoba untuk menghadapi yang ada di luar Anda.

Mari bersama-sama kita coba untuk membangun ajaran dan kepercayaan baru dalam hidup ini…
“Saya sempurna dengan segala ketidaksempurnaan saya dan saya mencintai keseluruhan paket diri saya”

Read More..

Kenapa Kita Sulit Berubah dalam Relationship?

Secara alamiah, manusia mempunyai kecenderungan untuk mengikuti pola hidup yang sama tanpa ia sadari. Bayangkan saja ketika Anda pindah ke rumah baru, kemungkinan besar Anda akan meletakkan barang-barang diposisi yang sama dengan di rumah lama. Ini membuktikan betapa sulitnya mengubah kebiasaan atau pola hidup yang sudah kita lakukan bertahun-tahun.

Hal yang sama terjadi dalam suatu relationship atau hubungan berpasangan. Suatu pola mulai terbentuk pada tahap perkencanan atau pernikahan. Tanpa disadari kita cenderung melakukan hal yang sama berulang-ulang dan akan sulit sekali untuk meninggalkannya. Yang menarik dalam relationship adalah kita tidak hanya berhubungan dengan pasangan kita saja, tetapi juga dengan orang tua, tante, kakak, adik, sepupu, dan banyak lagi. Kebiasaan yang kita ciptakan akan mempengaruhi bagaimana penerimaan mereka.

Seperti mendirikan bangunan, setiap kebiasaan yang kita ciptakan seperti lapisan batu bata yang kita letakkan di atas tembok. Kebiasaan yang terbentuk di kemudian hari akan mengambil pola dari kebiasaan sebelumnya. Apabila kita menyadari sejak awal bahwa suatu kebiasaan akan menimbulkan masalah, sungguh suatu tindakan bijaksana untuk segera mengubahnya sebelum itu membentuk suatu pola yang sulit dihilangkan.

Pola juga bisa timbul karena kebiasaan dalam keluarga dan pengalaman masa lalu kita dalam relationship. Kecenderungan yang timbul adalah kita mewarisi kebiasaan lama ke dalam relationship baru. Disini kita menaruh harapan banyak dari pasangan kita. Harapan yang timbul karena kita merasa menemukan diri kita dipasangan kita sendiri. Suatu studi tentang psikologi relationship mengatakan bahwa kita cenderung mencari pasangan hidup yang memiliki kemiripan kepribadian dengan diri kita karena kita tidak mau berubah terlalu banyak.

Padahal sebetulnya relationship itu adalah proses, bukan tujuan, yang membuat kita seharusnya lebih matang dan mengerti tentang diri kita sendiri dan pasangan kita. Dalam proses pematangan pastinya akan terjadi banyak benturan dan perubahan.

Lalu bagaimana menyikapinya:

1. Tidak ada yang benar atau yang salah dalam memecahkan persoalan bersama. Ketika Anda mencoba untuk menang dalam suatu argumen, Anda kehilangan sesuatu yang sangan berharga, yaitu rasa kasih.
2. Masalah apapun, apabila dikenali sejak awal, akan lebih mudah diselesaikan bersama-sama dengan saling mendengarkan, menghargai dan adanya keinginan untuk berubah.
3. Relationship bukan sekedar friendship, melainkan partnership. Fokuskan diri Anda ke teamwork dan saling membagi.
4. Apa yang Anda berikan akan Anda terima. Ini hukum universal kehidupan yang berlaku juga untuk relationship. Kalau Anda ingin dicintai, Anda harus memberikan cinta. Semakin banyak yang Anda berikan semakin banyak pula yang Anda terima.
5. Menyadari bahwa relationship adalah media yang paling sempurna untuk mengenali diri Anda sendiri melalui pasangan Anda. Jadi berhentilah mengomel dan mengeluh. Sebaliknya mulailah mengambil tanggung jawab dan lebih mencintai.
By Al Falaq Arsendatama

Read More..