Senin, 05 Desember 2011

Tips Menemukan Cinta Sejati

Menemukan cinta sejati tidak semudah membalik telapak tangan, perlu pemikiran dan kondisi yang ideal untuk menentukan bahwa seseorang adalah cinta sejati Anda. Namun ada tips yang dapat membantu menemukan cinta sejati. Ini dia!

1. Jangan mencarinya. Cinta tidak datang pada seseorang yang mencarinya. Jika memang Anda baru saja mengakhiri suatu hubungan, fokuslah pada diri dan kehidupan pribadi terlebih dahulu. Tidak perlu terburu-buru mencari cinta yang baru, dan nikmati kesendirian Anda.

2. Beri waktu untuk diri sendiri. Temukan aura positif Anda. Jika perasaan puas terhadap diri muncul, maka secara otomatis aura positif itu akan terpancar. Dan orang di sekitar pun akan melihatnya. Itulah daya tarik bagi diri Anda.
3. Jika sudah siap untuk membuka lembaran baru bagi hubungan, maka mulailah memilih karakter pasangan seperti apa yang diidamkan. Tak hanya dari segi fisik namun juga mental dan kepribadian.
4. Bergaul dan hang out. Hal itu akan membuka kesempatan bagi Anda untuk bertemu orang baru. Siapa tahu salah satu di antara mereka adalah cinta sejati Anda.
5. Berani ambil risiko. Jika suatu hari Anda bertemu dengan seseorang yang sesuai dengan kriteria cinta sejati, jangan ragu untuk mengambil langkah. Mulailah perkenalan dan menjalin hubungan. Karena kesempatan tak datang dua kali.
6. Yang paling penting, cintai diri Anda terlebih dahulu. Hiduplah dengan bahagia dan jangan pernah melepaskan harapan. Yakinlah, setiap orang diciptakan berpasangan. Masalahnya hanyalah mendapatkan orang yang tepat, di waktu yang tepat.

Sumber : http://id.shvoong.com/humanities/1770931-tips-temukan-cinta-sejati/

Read More..

Rabu, 30 November 2011

Tak ada pilihan yang sempurna

Posted By weirdaft On Jumat, Mei 1st 2009 Kemarin, berbincang dengan seorang kawan yang sudah lama tak mendengar kabarnya. Dia sedang berbahagia sekarang. Menemukan seseorang yang diyakininya dan diharapnya bisa menjadi tempatnya melepas lelah setelah jauh berjalan. Semoga berbahagia, bro. Dan disela pembicaraan kemarin, dia sempat mengucap satu kalimat. Katanya, “Wie, nggak ada pilihan yang sempurna, yang ada hanya keinginan yang sempurna”. Tadinya agak nggak ngeh juga dengan kalimat ini. Tapi, beberapa jam kemudian aku baru benar-benar mengerti. Memahami apa maksud dari kalimatnya siang itu. Bahwa, tak semua yang kita mau bisa kita dapat. Dan memang benar begitu adanya. Tapi hidup memang tentang memilih. Mungkin hanya keinginan yang sederhana. Seperti menyentuh wajahnya, melihat senyumnya, memperhatikan geraknya, tertawa bersamanya, berhadapan. Mungkin hanya sesederhana itu. Sangat sederhana. Seperti pinta tanah kering kepada hujan sore ini. Seperti pinta angin pada hawa panas. Seperti gelegar petir yang mengiringi hujan. Tapi memang, tak semua yang kita inginkan bisa kita dapat. Meski harus berperang lagi antara hati dan pikiran, meski harus berhadapan pada situasi dan pilihan yang begitu sulit, sehingga berpikir untuk lebih baik tidak memilih sama sekali, meski itu artinya harus mengingkari janji, meski harus melukai hati, meski harus berair mata, meski harus luluh lantak, tetap jika takdir sudah menentukan tak ada yang bisa dilakukan. Ah, semoga saja ini tak seperti perkiraan buruk yang dibayangkan. Semoga masih ada celah yang bisa dilewati meskipun kecil dan perlu waktu dan usaha yang ekstra keras untuk lolos dari celah itu. Dan semoga kita kuat ketika menghadapi apapun itu yang ada didepan. Tetaplah saling menggenggam, saling menguatkan dan saling meyakinkan bahwa aral ini bukan apa-apa. Kita toh sudah pernah melewati yang lebih dari ini. Jadi jika kali ini harus melompati rintang lagi, asal tetap saling mendukung tak mengapa. Karena, percayalah bahwa meski Tuhan membuat pilihan menjadi begitu tidak sempurna, akhir yang dibuatNya, takdir yang ditentukanNya, pasti akan sempurna.

Read More..

when the second chance’s given

Posted By weirdaft On Kamis, Juni 25th 2009 Dear you Happy anniversary. Kemarin kalau nggak diingatkan, mungkin lupa. Don’t know what to say. Karena ada begitu banyak yang terlewati. Kau bilang, berlalunya waktu tak terasa. Tapi ku bilang, ini sudah melewati banyak hal. Entah apa yang ada diotakku, ketika kau meminta kesempatan kedua. Yang jelas, menurutku setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, no matter what. Tapi, itu adalah kesempatan terakhir. Dan itu kutegaskan padamu. Meski seeandainya kelak harus berantakan lagi semuanya, tak ada kesempatan ketiga. Karena itu sudah kubuktikan kepada yang lain. Kita tau, belakangan ini semua hal yang berjalan tak begitu baik. Ada banyak keraguan yang terbersit ketika aku mempertanyakan arah kita. Tak ada yang bisa kau lakukan untuk meyakinkanku bahwa kita layak untuk sebuah perjalanan panjang ini. Semua hal menjadi begitu berantakan. Rasa perih mendominasi, airmata mengambil alih. Tapi memang tak ada penyesalan muncul. Kita anggap ini adalah sebuah fase yang memang harus terlewati. Dan kau bilang, jika kita menghadapinya bersama, apapun halangannya bisa kita lewati. Aku tak mau kau berjanji begitu banyak. Cukup tetap ada ditempat dimana kau menemukanku, tak menyakitiku begitu rupa, menghargaiku sebagai partner, mendengarkanku dan tidak bertindak dan berkata bodoh. Itu saja. Selebihnya, bisa kita negosiasikan lagi, masih bisa berdiplomasi lagi. Yang jelas, segala hal harus sesuai dengan kesepakatan. Tak ada yang boleh mendominasi disini. Sudah cukup banyak yang terlewati dalam perjalanan ini. Tak selalu hal baik, tak selalu tawa, tak selalu senang. Karena terkadang, sadar atau tidak, sering kali hal-hal buruk menyapa, menangis meski tak sering dan perih yang menghampiri sesekali. Tapi, kita sadar bahwa itu adalah warna, dan warna-warna seperti itu yang membuat dunia ini terus berputar dan menjadi begitu indah. Jadi, aku tak punya clue akan sampai mana batas perjalanan ini. Apakah akan sepanjang perjalanan bumi; Akankah terganjal lagi, akankah terhalang lagi, aku tak pernah tau. Yang pasti, sampai kemana pun perjalanan ini berbatas, aku harap kita bisa melewatinya dengan baik. Dan segala perih, meski tak bisa dihilangkan, paling tidak masih bisa diminimalisasi. Uhhmmm….jadi, Happy Anniversary, tuan muda Luv ya

Read More..

Rabu, 19 Oktober 2011

Ngemil Malam Biin Gendut?

http://www.detikfood.com Suka ngemil di malam hari? Berhati-hatilah karena ngemil di malam hari bisa memicu konsumsi kalori berlebihan yang berakibat pada kenaikan berat badan. Kebiasaan ini juga bisa menggangu kerja hormon dalam tubuh. Kebiasaan melek di waktu lama selain untuk kerja lembur juga bisa karena untuk menyalurkan hobi menonton TV atau film, browsing hingga belanja online. Untuk menemani waktu melek orang cenderung mengemil baik makanan kecil atau besar. Beberapa riset menemukan bahwa tidur minimal 6 jam akan membantu kita mencapai berat tubuh ideal dan lebih sehat. Peneliti menemukan bahwa hormon di otak dan zat kimianya bertanggungjawab untuk rasa lapar dan kenyang yang berkaitan erat dengan ritme circadia alami. Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Obesity mengungkap bahwa ngemil di malam hari cenderung makan berlebihan dan menjadi kelebihan berat badan. Hal ini tidak terjadi pada mereka yang makan malam pada jam 8 malam dan tidak ngemil lagi. Peneliti menemukan mereka yang mereka yang melek waktu malam makan sekitar 250 kalori termasuk fast food, soda dan sedikit sayuran dan buah segar. Penemuan lain menyebutkan, makan malam lebih dari jam 8 akan cenderung memicu kegemukan dan tidak dipengaruhi apakah langsung tidur atau berapa lama tidurnya. Mereka yang ngemil di malam hari mengkonsumsi 754 kalori, sedangkan yang tidak hanya 376 kalori saja. Semangkuk es krim di siang hari sama kalorinya dengan semangkuk es krim di malam hari. Namun riset memperlihatkan bahwa mungkin ada perbedaan hormon dan metabolisme yang membuat kalori di malam hari berakibat pada kegemukan. Pertama, orang ngemil di malam hari biasanya sambil nonton TV, main video, bekerja atau belanja online. Biasanya akan cenderung makan berlebihan karena makan sambil mengerjakan sesuatu sehingga rasa kenyang muncul lebih lama. Kedua, riset pada binatang dan manusia memperlihatkan bahwa ritme circadia dalam makan dan tidur biasanya berlangsung sinkron. Ngemil di malam hari membuat kerja hormon yang mengatur selea makan dan rasa kenyang terganggu dan membuat tubuh cenderung menyimpan kalori sebagai lemak. Kalori terbaik didistrusikan sebelum makan malam. Sekali makan malam, usahakan untuk tidak makan hingga waktu tidur sehingga lebih mendukung pencapaian berat badan ideal. Jika sangat lapar, konsumsi camilan ringan sebesar 200 kalori saja yang bisa memberikan nutrisi baik buat tubuh. Misalnya saja, sepotong sandwich, sepotong buah segar atau biskuit gandum atau sepotong keju rendah lemak.

Read More..

Senin, 12 September 2011

Indahnya Hidup Mandiri

Oleh : Ali Margosim Chaniago Adalah hal yang lumrah ketika banyak diantara kita yang merindukan hidup segera mandiri terutama bagi seorang mahasiswa. Lepas dari ketergantungan biaya dari orang tua memang prestasi terhebat. Mengingat sudah berumur menjelang atau sudah diatas 20 tahun, namun masih saja takut dengan pemutusan Program bea siswa rutin orang tua tiap bulannya. Ya Mandiri, itu semua hanya impiam belaka, mimpi kosong di siang bolong. No action, no result. Yang pengen mandiri itu banyak, tapi yang benar-benar jadi hanya sebagian kecil saja. Ini memang fakta yang sudah tak terbantahkan lagi. Memang nyaman ke kampus pakai mobil, motor, walau milik orang tua. Memang enak kalau mau makan tinggal ambil duit ke ATM. Memang asyik bila mau jalan-jalan, duitnya tinggal telepon orang tua. Memang nikmat kalau kuliah tinggal nunggu kiriman bokap. Tapi, pernahkah kita berfikir bahwa kenyamanan tersebut telah mendidik kita menjadi pribadi yang pasif, bermental miskin, dan mematikan sejuta potensi kreatifitas kita? Hal ini perlu menjadi renungan. Kapankah kita akan berhenti bergantung pada orang tua sementara diri kita tak pernah disiapkan untuk menjadi pribadi yang mandiri? Apakah kita tak pernah berfikir bahwa orang tua tak pernah mendambahkan anak yang selalu bergantung padanya, tak bisa mandiri? Saudaraku, sudah saatnya kita keluar dari zona nyaman ini (kondisi pasif), sungguh ini tak mendidik untuk maju. Saya kira ada 5 poin penting yang perlu kita persiapkan untuk menjadi pribadi yang bermental kaya, pemuda mandiri : 1. Visi hidup yang jelas, terukur, dan besar. Disainlah hidupmu. Mau dibawa kemana hidupmu 5, 10, atau 20 tahun yang akan datang. Hal apa saja yang harus kau lakukan dan untuk apa. Namun satu catatan penting, hiduplah untuk memberi yang sebesar-besarnya bukan menerima yang sebesar-besarnya. 2. Bermental Pemuda Selalulah berkata bahwa pemuda itu adalah mereka yang bermental bagaikan baja bukan kerupuk. Berani untuk memulai, berproses, dan berani pula menerima hasilnya. 3. Now or never Jangan pernah berkata ‘ besok saja’ tapi katakanlah ‘sekarang atau tidak sama sekali’. Hanya ada satu kesempatan dalam hidup ini, kesempatan yang sama tak pernah berulang. 4.Mulai dari hal yang kecil. Mulailah menata pengeluaran harian, aturlah rencana pengeluaran, carilah berbagai peluang yang bisa membuat anda berpenghasilan, tangkap satu atau dua saja yang menurut anda berprospek, lalu fokuslah. 5.Nikmati Proses dan Syukuri setiap yang anda lakukan. Apapun yang kita lakukan di dunia ini tak pernah mangkir dari proses. Agar proses berjalan mulus maka nikmatilah setiap lika-likunya, dan bersyukurlah…! Buktikanlah, dan lihatlah apa yang akan terjadi pada diri anda.

Read More..

Rabu, 27 Juli 2011

Ketika Allah Menjadi Alasan Utama

Dikutip dari :Bunda Givaldi

Kepada yang ingin menikah tapi sampai sekarang belum menikah, kepada yang sering berdo’a dipertemukan dengan jodohnya tetapi belum dipertemukan, kepada para pasangan yang sudah ingin menikah tetapi belum dimuluskan jalannya menuju pernikahan, ada baiknya surat dibawah ini menjadi renungan bersama. Surat yang ditulis oleh seorang istri kepada suaminya. Selamat membaca…


Suamiku, ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan untuk menerima pinanganmu dan berpasrah ketika kau berkehendak menyegerakan pernikahan kita.


Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan dengan siapa aku akan menikah. Aku tidak banyak ragu tentang dirimu, kau jemput aku di tempat yang Allah suka, dan satu hal yang pasti, aku tidak ikut mencampuri ataupun mengatur apa-apa yang menjadi urusan Allah. Sehingga aku dinikahi seorang lelaki shalih, tegar, dan menjadi komitmenku untuk berbakti kepada suami.

Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak melihat segala kekurangan suamiku. Dan sekuat tenaga pula, aku mencoba membahagiakan dia.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka menetes air mataku saat melihat segala kebaikan dan kelebihan suamiku, yang rasanya sulit aku tandingi.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka akupun berdoa, Yaa Allah, jadikan dia, seorang lelaki surga, suami dan ayah anak-anakku, yang dapat menjadi jalan menuju surga-Mu. Aamiiin.

Telah menjadi azzamku, kalau Allah menjadi alasan paling utama untuk menikah, maka seharusnya tidak ada lagi istilah, mencari yang cocok, yang ideal, yang menggetarkan hati, yang menentramkan jiwa, yang…..yang.…yang……dan 1000 “yang”…… lainnya….. Karena semua itu baru akan muncul justru setelah melewati jenjang pernikahan. Niatkan semua karena Allah dan harus yakin kepada Sang Maha Penentu segalanya.

Ketika usiaku 20 tahun, aku sudah memiliki niat untuk menikah, meskipun hanya sekedar niat, tanpa keilmuan yang cukup. Karena itu, aku meminta jodoh kepada Allah dengan banyak kriteria. Dan Allah-pun belum mengabulkan niatku.

Ketika usiaku 21 tahun, semua orang-orang yang ada di sekelilingku, terutama orang tuaku, mulai bertanya pada diriku dan bertanya-tanya pada diri mereka sendiri. Maukah aku segera menikah atau mampukah aku menikah? Dalam doaku, aku kurangi permintaanku tentang jodoh kepada Allah. Rupanya masih terlalu banyak. Dan Allah-pun belum mengabulkan niatku.

Ketika usiaku 22 tahun, aku bertekad, bagaimanapun caranya, aku harus menikah. Saat itulah, aku menyadari, terlalu banyak yang aku minta kepada Allah soal jodoh yang aku inginkan. Mulailah aku mengurangi kriteria yang selama ini menghambat niatku untuk segera menikah, dengan bercermin pada diriku sendiri.

Ketika aku minta yang tampan, aku berpikir sudah cantikkah aku?
Ketika aku minta yang cukup harta, aku berpikir sudah cukupkah hartaku?
Ketika aku minta yang baik, aku berpikir sudah cukup baikkah diriku?
Bahkan ketika aku minta yang soleh, bergetar seluruh tubuhku sambil berpikir keras di hadapan cermin, sudah solehahkah aku?

Ketika aku meminta sedikit….. Ya Allah, berikan aku jodoh yang sehat jasmani dan rohani dan mau menerima aku apa adanya, masih belum ada tanda-tanda Allah akan mengabulkan niatku.

Dan ketika aku meminta sedikit…sedikit…sedikit…lebih sedikit….. Ya Allah, siapapun lelaki yang meminangku langsung khan kuterima ajakannya untuk menikah tanpa banyak bertanya, berarti dia jodohku. Dan Allah-pun mulai menujukkan tanda-tanda akan mengabulkan niatku untuk segera menikah. Semua urusan begitu cepat dan mudah aku laksanakan. Alhamdulillah, ketika aku meminta sedikit, Allah memberi jauh lebih banyak. Kini, aku menjadi isteri dari seorang suami yang berilmu, bijaksana, dan menerimaku apa adanya.

Read More..

Kosong

Dikutip dari :http://www.edo.web.id/wp/2009/09/19/kosong/

Lebaran tengah menjelang. Ramadhan mencapai akhirnya. Apa yang kita dapatkan di Ramadhan kali ini?

Bertahun-tahun lebaran saya isi dengan sebuah kekecewaan tentang makna puasa dan lebaran itu sendiri. Selalu apatis terhadap orang yang pulang kampung yang menghabiskan jutaan rupiah sebagai bentuk ke-ria-an (bukan riya) meski membuat roda ekonomi bergulir cepat. Selalu sinis ketika orang berduyun-duyun narsis dan gombal pada Tuhan-nya, menuntut pamrih atas janji-Nya dibulan penuh rahmat. Mengutuk menurunnya produktifitas atas nama perintah agama dan Tuhan. Mempertanyakan apakah memang ini yang diharapkan-Nya dibulan suci ini.


Daripada buang uang dengan mudik dengan berbagai polusi yang diciptakan oleh jutaan kendaraan, lebih baik digunakan untuk yang lebih bermanfaat kataku. Mengingat Tuhan itu bukan hanya dominasi bulan puasa, toh harus dilakukan kapan saja. Bahkan janji Tuhan itu tak perlu ditagih. Sorga dan neraka itu tak perlu dipertanyakan. Produktifitas seharusnya meningkat di bulan suci, bukannya malah loyo dan berejakulasi atas nama Tuhan. Begitulah apa yang ku fahami selama ini.

Dan tahun ini?

Tahun ini aku masih berontak pada-Nya. Tapi dalam sebuah kelelahan. Sebuah ketidakberdayaan. Tak ada lagi serapah tentang mudik, narsis dan produktifitas. Tidak ada. Yang tersisa hanya kekosongan. Sebuah refleksi ke-aku-an ku. Keakuan ternyata hanya menghasilkan sebuah kekosongan. Hanya yang esa yang berhak dan layak berkata Aku. Karena ke-Aku-an memang hanya akan menghasilkan kesendirian. dan aku lelah.

Didiri manusia memang bersemayam nilai ketuhanan, termasuk nilai iblis, setan, malaikat, binatang. Wajar sebenarnya jika manusia memiliki sisi ke-aku-an, sebagai representatif sisi ke-Tuhan-annya. Hanya saja dia akan menjadi masalah ketika aku itu menciptakan kesombongan. Berada dititik yang tidak seharusnya. Dan yang lebih merepotkan lagi, jika Aku yang sedang bersemayam bukan Aku-nya Tuhan. Tapi aku-nya setan, aku-nya iblis, aku-nya binatang. Dan usai lah sudah. Dengan segala kekurangan yang dimiliki oleh manusia, potensi untuk memahami segala sesuatu secara tidak utuh sangat mungkin terjadi. Dan yang ada adalah sebuah kefahaman yang didasari oleh ketidakfahaman.

Sebuah tulisan dari sang bengawan Gede Prama tentang kosong dan isi menyadarkanku atas rasa yang bergulat kali ini. Tentang kosong. Tentang isi.

Kosong, nol, hampa, tiada. Kekosongan memang identik dengan nilai-nilai yang berbau tidak menyenangkan. Kosong itu menyiksa, hampa itu menakutkan, tiada itu mengerikan. Dan memang begitu adanya, jika alat ukur yang digunakan hanyalah kepala.

Namun pernahkan terbayang jika alam semesta ini semua terisi, sehingga bahkan udarapun tidak memiliki tempat untuk bersemayam? Lalu apa yang akan kita hirup untuk menyambung hidup?.

Kepala ini semakin pusing ketika pemahaman-pemahaman itu tak berhenti mengisi ruang-ruang otak. Aku lupa. Lupa bahwa berfikir itu bukan saja hak otak. Masih ada hati yang harus digunakan. Paradigma dikotomis benar-salah, sukses-gagal, sedih-gembira dan lain sebagainya sebagai hasil berfikir dengan kepala yang berlebihan ternyata hanya menghasilkan sebuah keruwetan yang memusingkan dan tak bernah ada akhirnya.

Kesenangan adalah kesedihan yang terbuka bekasnya
Tawa dan airmata datang dari sumber yang sama
Semakin dalam kesedihan menggoreskan luka ke dalam jiwa
Semakin mampu sang jiwa menampung kebahagiaan

Begitu kata sang begawan Gibran. Jika saja sedih dan bahagia itu diganti dengan kosong dan isi, maka besarkan kekosongan itu juga bermakna seberapa besar isi yang bisa ditampung.

Hanya yang pernah sakit yang mengerti nikmatnya sehat. Hanya yang pernah kehilangan yang mampu mensyukuri nikmatnya memiliki sesuatu. Hanya yang pernah sedih yang mampu menikmati artinya bahagia.

Bulan puasa kali ini benar-benar telah memberikan makna yang dalam bagiku. Karena bulan ini adalah waktu yang dispesialkan oleh Tuhan untuk mengosongkan diri. Untuk berhenti sejenak dari analisa-analisa tak berujung yang dibuat oleh kepala. Agar kita mampu memahami arti sebuah kekosongan, ketidakberdayaan, ketidak-kuasa-an.

Duh, betapa sulit untuk mampu bersikap arif…

Diselingi nyanyian takbir, aku, disini, mencoba memahami kekosongan. Mencoba mencari sesuatu dari ketiadaan. Mengharap mendapat makna yang dalam, dari kekosongan dan ketiadaan itu itu sendiri. Mengharap mampu seperti udara, yang hidup di ruang kosong tapi memberi manfaat yang luar biasa. Mencoba memahami bahasa tangis bayi, yang apapun sukunya, siapapun bapaknya, ditanah manapun dia terlahir, dia tetap menghasilkan bunyi yang sama. Dan bahasa itu mampu dipahami oleh siapa saja.

Selamat hari raya Idul Fitri…

Mohon maaf lahir dan Bathin…

Hening itu tidak mati. Dalam hening ada suara - Aas Rukasa. Thank you kang…

Read More..

Pahitnya Tahun Pertama Perkawinan

Siapa bilang tahun pertama itu manis melulu? Enggak juga, kok! Justru tahun pertama paling rawan dalam perkawinan

Kita mungkin akan terkejut dan heran bila mendengar suami-istri yang baru beberapa bulan menikah tapi sudah bercerai. Bukankah pada masa itu mereka bisa dibilang masih dalam masa berbulan madu? Tapi, itulah kenyataannya, tak sedikit pasangan yang justru bercerai sebelum usia perkawinan mereka genap setahun.


Tahun pertama perkawinan memang paling rawan. Ibarat koin, kata Dra. Dharmayati Utoyo Lubis, MA, PhD., tahun pertama memiliki dua sisi. "Satu sisi memang masih bulan madu, masih manis. Satu sisi lainnya adalah masa penyesuaian, sehingga akan banyak menumbuhkan konflik," terang pembantu dekan I Fakultas Psikologi UI ini. Nah, konflik inilah yang merupakan pemicu terjadinya perceraian apabila suami-istri tak mampu mengelola konflik secara baik.

TAK SEMANIS YANG KUSANGKA

Yang namanya bulan madu, ujar Yati, maka kemanisan itu hanya berlangsung beberapa bulan saja. "Sesudah itu muncullah topeng sebenarnya. Di balik segala kebagusan yang selama ini ditunjukkan sejak masa pacaran, kini mulai kelihatan borok-boroknya." Dengan kata lain, masing-masing mulai keluar watak aslinya. Hal ini terjadi lantaran mereka sudah capek memakai topeng, sudah capek untuk menampilkan yang bagus-bagus melulu.

Nah, pada saat itulah, ketika mereka mulai kelihatan aslinya, mulailah muncul pertanyaan-pertanyaan. "Sebenarnya apa, sih, yang membuat saya menyukainya? Ternyata ia begini saja, kok. Tak semanis yang kusangka." Lantas ia pun merasa salah pilih. Padahal, orang menikah itu, kan, enggak cuma seketika. Tentunya keputusan untuk menikah sudah dipikirkan matang-matang sebelumnya, karena menyangkut kehidupan pribadi. Jadi, kalau ia sampai merasa salah pilih berarti dulu enggak dipikir lagi sebelum memutuskan menikah.

Memang, aku Yati, tak semua pasangan akan mengalami hal demikian. "Ada, kok, yang sampai setahun tetap manis terus." Itu bisa terjadi kalau selama pacaran sudah saling membuka diri, sudah tahu yang jelek-jeleknya, sehingga tak kaget lagi setelah menikah. Tapi jika selama pacaran yang diketahui dan diperlihatkan hanya yang bagus-bagus saja, maka akibatnya akan mengalami masa rawan tersebut.

SOAL SEPELE YANG BIKIN KONFLIK

Adapun masalah yang kerap timbul di tahun pertama perkawinan, menurut Yati, sebenarnya cuma pernik-pernik yang kelihatannya sepele tapi dirasakan sangat mengganggu. Misalnya, soal yang satu jorok yang satu rapi. "Masak, kalau habis mandi handuknya main lempar sembarangan saja, bukannya diletakkan di tempatnya. Padahal sudah saya sediakan tempat. Belum lagi pulang kantor, sepatu ditaruh di bawah sofa, tas kantor di atas meja makan, taruh pakaian kotor sembarangan, dan sebagainya." Nah, hal-hal seperti itu kelihatannya kecil, tapi kalau pasangannya ternyata adalah orang yang sangat rapi dan teratur, maka ini bisa jadi masalah.

Selain itu, yang kerap muncul adalah tak pernah dibicarakannya soal keuangan. "Sebetulnya paling bagus ketika kita sudah serius sekali pacaran, bicarakan masalah keuangan ini. Bagaimana pandangan kamu tentang keuangan? Apakah harus ada pot yang diisi oleh gaji kita berdua, atau cukup dipegang masing-masing, hanya kamu bertanggung jawab dalam bidang apa dan saya bidang apa. Kelebihannya itu urusan masing-masing, dan sebagainya." Termasuk pemberian uang untuk orang tua masing-masing, juga harus dibicarakan. Kalau tidak, bakalan ribut, deh!

Yati lantas menuturkan pengalaman kliennya yang baru setahun menikah tapi sudah minta cerai. Gara-garanya, si suami memberi lebih banyak kepada orang tuanya daripada ke mertua. Karena ibunya janda dan tak punya pensiun sehingga dialah yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan ibunya, sedangkan orang tua istrinya masih komplit dan tergolong berada. Tapi karena hal ini tak pernah dibicarakan, maka ketika si istri tahu tentunya ia menganggap tindakan suaminya itu tak adil. Jadilah mereka konflik dan si istri minta cerai.

Masalah lain yang kerap muncul ialah perilaku pasangan yang layaknya masih bujangan. Suami pulang ke rumah seenaknya, tak sadar istrinya menunggu untuk makan malam bersama, bersikap masa bodoh dengan keadaan rumah, dan lainnya.

Nah, bila itu semua sudah diketahui dan dibicarakan selagi masih pacaran, tentunya tak akan menjadi gangguan selama tahun-tahun pertama. Kalaupun ada gangguan, maka hanya berupa kerikil-kerikil kecil yang masih bisa disepak. Itulah mengapa Yati menganjurkan sebelum menikah sebaiknya kita sudah benar-benar tahu dengan siapa kita akan menikah, baik kelebihan maupun kekurangan.

Tentunya setelah tahu kita harus bersungguh-sungguh menerima dia apa adanya. Bukan menerima dengan setengah hati dan lantas berpikir, toh, nanti aku akan mengubah dia seperti apa maunya aku. "Itu kesalahan fatal," tandas Yati. Sebab, kita menikah dengan orang yang ketika bertemu sudah dewasa, yang pribadinya sudah terbentuk hingga ia dewasa itu. Jadi, kita tak mungkin bisa mengubahnya kecuali kalau ia memang mau mengubahnya sendiri.

Kecuali itu, pasangan juga harus sadar bahwa dalam perkawinan ada hak dan kewajiban. "Kadang orang hanya ingat pada hak dan lupa pada kewajibannya," ujar Yati. Adalah tugas kita untuk mengingatkan pasangan kalau ia sampai lupa pada kewajibannya, bahwa kewajibannya kini sudah menyangkut dua orang dan akan bertambah setelah punya anak, bukan sendiri lagi.

KOMUNIKASI DAN TOLERANSI

Tapi sebenarnya belum terlambat, kok, jika plus-minus tersebut tak diketahui saat masih pacaran. Toh, kita bisa melakukannya di awal perkawinan. Tapi hal ini hanya bisa terjadi apabila ada komunikasi, masing-masing saling membuka diri dan saling mendengarkan. Maklumlah, di tahun pertama perkawinan biasanya ego masing-masing masih sangat besar, selalu berbicara dalam konteks "aku" dan "dia", bukan "kami". "Padahal kalau orang sudah menikah berarti mereka telah menjadi satu. Jadi, dalam berbicara konteksnya bukan lagi 'aku' dan 'dia' tapi 'kami'. Pola 'demi kami' ini harus mulai dibiasakan sejak awal perkawinan," tutur Yati.

Misalnya, pasangan bilang, "Aku nggak suka kalau kamu marah terus lempar-lempar barang." Jangan malah kita bilang, "Kalau kamu nggak suka, kenapa kamu kawin sama aku?" Karena hal ini malah akan memperuncing konflik. Si pasangan tentu akan bilang, "Karena aku nggak menyangka kamu sejelek itu makanya aku mau kawin sama kamu." Akibatnya, malah perang", kan! Yang terbaik adalah bersikap mengerti, "Jadi, menurut kamu aku mesti berubah? Tapi kalau aku harus berubah, sedikit saja, ya. Soalnya sejak kecil aku sudah begitu. Jadi susah, kan, kalau aku langsung berubah banyak. Tapi kalau menurut argumentasi kamu, aku harus mengubah diri, ya, aku akan berusaha." Nah, dengan begitu, kan, enak jadinya.

Intinya adalah membuka keran komunikasi lebar-lebar dan bersikap toleransi karena kita tak bisa mengubah pasangan seperti yang kita inginkan. "Dengan adanya toleransi kita akan sadar bahwa manusia tak ada yang sempurna. Lagipula, ketika kita memilih dia untuk menjadi pasangan kita, mestinya dalam kepala kita yang terpikir adalah he is the best for me. Nah, kenapa sekarang hanya lihat yang kurangnya saja?"

Jangan lupa, Yati mengingatkan, bila sampai terjadi pecah "perang" berarti bukan hanya satu yang kecewa. "Saya yakin pasangannya juga kecewa." Munculnya rasa kecewa ini menandakan belum seluruh "dirinya yang diketahui, sehingga yang terjadi adalah adalah ia hanya melihat sisi negatifnya saja. Nah, agar kita juga bisa melihat sisi positif pasangan, saran Yati, buatlah daftar tentang apa saja yang kita sukai dari pasangan. "Mestinya yang bagusnya juga banyak. Bukankah karena yang bagus-bagus itu makanya dulu kita mau kawin dengannya?"

Perlu disadari pula, tambah Yati, semua orang menikah pasti akan kecewa. Jadi, jangan berpikir bahwa hanya kita yang kecewa. Pasangan kita pun pasti punya kekecewaan juga. Selain itu, bila salah satu marah pada saat berkomunikasi, maka yang dingin sebaiknya meredakan. Kalau sudah reda barulah dilakukan pendekatan. Bila perlu, saran Yati, pergilah ke suatu tempat untuk membicarakannya.

INSTROPEKSI BERDUA

Sering terjadi, pasangan muda segan untuk mengungkapkan kekecewaannya. Dipikirnya, "Masak, sih, baru tahun pertama saya sudah merasa kecewa, sudah memancing keributan." Akibatnya, demi menghindari keributan, dipendamlah rasa kecewa tersebut. Padahal, akhirnya, toh, akan ribut juga karena suatu saat akan meledak juga setelah tak tahan memendam kekecewaan demi kecewaan.

Oleh sebab itu, pesan Yati, "kalau sudah mulai ada yang mrengkel di dada, kita harus membicarakannya dengan pasangan. Sebaliknya, kalau kita melihat pasangan sudah mulai merengut melulu tapi tak dikeluarkan, maka kita harus peka bahwa ada sesuatu yang salah." Nah, segera lakukan introspeksi berdua, "Kita ngomong, yuk. Apa, sih, yang kamu tak suka dari aku?" Lalu diskusikan, "Bagaimana caranya, ya, supaya aku tidak lempar-lempar barang lagi?" Dengan demikian, kita ataupun si pasangan bisa mengubah diri. "Tapi jangan salah persepsi, lo. Kita memang harus memulai perkawinan dengan tak berpikir bahwa kita bisa mengubah dia sesuai kehendak kita. Tapi dilain pihak, orang bisa berubah kalau ia mau berubah. Jadi, yang jelek bisa berubah bagus tapi perubahan itu atas kemauannya sendiri, bukan kita yang maksain."

Tentunya kita jangan berharap bahwa pasangan akan berubah dalam sehari. "Hargailah perubahan sekecil apapun." Misalnya, biasanya ia pulang kantor langsung lempar tas ke mana saja ia suka. Nah, kali ini tidak walaupun ditaruhnya masih sembarangan yaitu di atas meja.

Mungkin mata kita masih "sepat" melihatnya, tapi hargailah agar ia pun merasa dihargai, "Oh, dia melihat perubahanku walau sedikit." Lama-lama ia tentunya akan melangkah lagi. "Jadi jangan melihat suatu sukses itu dalam paket besar. Paket kecil-kecil pun lama-lama akan besar. Jangan lupa, yang berubah itu manusia yang sudah jadi pribadinya sehingga tak mudah secepat itu untuk berubah."

Selain itu, Yati minta agar kita lebih santai dalam menghadapi pasangan. Daripada istri marah, misalnya, "Masak taruh sepatu sembarangan? Jorok benar, sih, kamu! Saya capek harus mengurusi sepatumu terus," lebih baik katakan dengan santai, "Mbok, ya, jangan taruh di situ, tapi ke belakang sana di tempatnya." Begitu juga kalau suami komplain karena istrinya selalu memakai daster dan pakai peniti pula. Daripada marah, berilah alternatif, "Apa kamu mau saya belikan daster baru?" Begitu lebih enak, kan!

Menurut Yati, kalau kita berpikirnya alternatif, bukan hitam-putih, maka tak akan menimbulkan pertengkaran. Malah jadi lucu dan humor. Jadi, tandasnya, "asalkan kita bisa me-manage tahun pertama ini agar berjalan manis, maka akan bagus sekali."

Biasanya, masa pahit di tahun pertama akan berlangsung hingga tahun ke-4 perkawinan, karena sampai tahun tersebut kita masih dalam masa penyesuaian. Meskipun seharusnya memasuki akhir pertama kita sudah mulai bisa belajar menyesuaikan diri. "Nah, kalau prahara di tahun pertama bisa dilewati, biasanya di tahun kedua dan seterusnya akan manis," ujar Yati. Sebab, di tahun ke-2 dan seterusnya biasanya sudah ada anak, sehingga pikiran dan tenaga akan tercurah pada anak. Dengan demikian, yang tadinya hati mulai mendingin terhadap pasangan, jadi balik lagi dan bahkan bisa jadi hangat lagi dengan adanya anak.

Namun begitu bukan berarti pada tahun-tahun selanjutnya akan terus mulus. Sebab, yang namanya perkawinan merupakan proses, sehingga penyesuaian dan pertengkaran akan terus berjalan. Tinggal bagaimana kita menyiasatinya.

Oleh :Indah Mulatsih

Read More..

Setahun yang Lalu

Setahun lalu
Adalah momen tak terlupa
Adalah awal berlayarnya perahu cinta kita


Setahun lalu
Awal dari malam-malam yang terlewati tanpa kesendirian
Awal dari sebuah pertanggung jawaban konsekuensi dari pilihan hidup

Setahun lalu
Awal kita menapaki hidup bersama
Awal kebersamaan kita menuju Dia yang abadi

Setahun lalu
Kita menikah
Kau jadi suamiku dan aku jadi istrimu

Ya Allah, jadikan hari-hari kami menjadi lebih baik, amiin.
Ya Allah,anugerahkanlah kami keturunan yang sholeh dan sholehah
Ya Allah, aku rindu akan tangisannya
Aku rindu menimangnya

Read More..

Selasa, 26 Juli 2011

Bukan Aku

Bukan aku yang harus disalahkan
semua karena keadaan


Bukan aku yang menginginkan itu terjadi
tapi semua sudah tertulis

Dan seharusnya
Bukan aku yang harus kau kenang
aku hanya masa lalu
Bukan aku yang harus kau ingat
aku hanya sebuah bayangan

Dan selayaknya
Bukan aku yang harus kau rindukan
aku sudah menyakitimu
Bukan aku yang harus kau impikan
aku tak bermimpi lagi

Bukan aku lagi
carilah penggantiku
Bukan aku lagi
Lupakanlah aku

Aku sudah bersama yang lain
Meski sulit inilah sebuah pilihan
Temukan mimpimu yang sesungguhnya

Read More..

Rabu, 13 Juli 2011

Sedang ingin sendiri

Berjalan sendiri bukan tidak ada yang menemani
Tapi aku memang tak ingin kau temani...


Aku ingin berjalan dengan ingatanku padamu saja kali ini
Kesendirian ini, untuk mengingat semua keindahan hidup saat saat bersamamu..
Berjalan diantara kenangan yang kita hias bersama
Aku tak hendak menggenggam tanganmu dalam melintasi kenangan kali ini
Meski aku yakin engkau selalu ada untukku.
Aku tak ingin di temani tapi ingatanku sedang denganmu
Ragaku di sini tetapi jiwaku mengembara mencari hatimu
Merentas pikiran dalam menyatuan asa
Menunggu waktu untuk bersama di surga kita

Read More..

Jumat, 13 Mei 2011

Menantang Allah

Kita sebagai manusia, tidak ada seorangpun yang meminta untuk diciptakan dan terlahir ke dunia ini. Begitu juga dengan Alam Semesta dan seisinya. Tetapi Allah pasti lebih mengetahui makna atas semua itu mengapa diciptakan-Nya.

Akal kita tak akan pernah mampu untuk menjawab dan menterjemahkan, karena memang setiap kejadian dan peristiwa sudah menjadi qalam-Nya.


Apalagi jika diantara kita masih saja ada yang meragukan keberadaan Allah. Dan masih enggan untuk bersujud atas segala karunia-Nya. Secara tidak langsung berarti kita menantang Dia, yang padahal jika nanti sudah menjadi seonggok daging tak bernyawa, apalah arti diri kita?

Banyak orang yang sholat tetapi tidak paham akan bacaan sholatnya. Banyak orang beramal tapi hanya mengharap pujian dan sanjungan. Banyak orang memberi nasehat tetapi melupakan akhlak keluarganya sendiri. Begitu banyak orang yang mengaku muslim, tapi hanya sedikit yang benar-benar mukmin.

Dunia ini cuma persinggahan, dan pasti nanti masih ada kehidupan di Akherat. Itupun buat yang mau mengimaninya. Kemana kita akan melangkah, Surga atau Neraka ? Semua berbalik pada pilihan masing-masing. Percaya ataupun tidak, itu adalah hak individu. Tetapi jika mengaku seorang muslim, hukumnya adalah WAJIB untuk tetap saling mengingatkan, bukan merasa yang paling benar.

Allah berfirman…

* Katakanlah, Dia-lah Allah Yang Maha Esa.

* Allah tempat meminta segala sesuatu.

* Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan.

* Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.

(QS Al Ikhlash 112:1-4)
From: http://filsafat.kompasiana.com/2010/05/10/bercanda-dengan-allah/

Read More..

Rabu, 04 Mei 2011

1 KEMARAHAN membutuhkan 10 CINTA

Love is Magic
By Supardi Lee
Seorang anak menangis. Usianya baru 3.5 tahun. Ayahnya membentak dengan keras. Sungguh sakit rasanya. Padahal ia hanya ingin bermain-main dengan ayahnya. Sang ayah baru pulang kerja dan sangat lelah. Melihat anaknya menangis, sang ayah pun menyesal. Ia peluk anaknya. Ia katakan: “Maafin Ayah Sayang.” Sang anak tak bergeming. Ia benar-benar kecewa pada ayahnya. Ia bahkan terus menangis sesegukan. Hal yang membuat hati sang ayah teriris-iris sembilu. Dan air mata pun mulai menggenang di matanya.


Kembali ia membujuk anaknya. “Nak, ayah mohon. Maafin ayah. Ayah tak bermaksud menyakitimu. Ayah sayang banget sama kamu”

“Aku cuma ingin main sama Ayah. Apa itu salah?”

“Tidak Nak, Tidak. Kamu tidak salah. Ayah yang salah telah membentakmu. Maafin ayah ya?” air mata sang ayah pun mengalir makin deras.

Sang anak terdiam sejenak. Tapi tangisnya telah berhenti.

Ayahnya berkata lagi: “Yuk, kamu mau main apa sih sama Ayah?”

“Aku mau main bola, Ayah. Nih bolanya dah aku siapin”

“Ayo kalau begitu” Kata sang Ayah sambil menuntun anaknya ke halaman. Tapi tiba-tiba ayah berhenti. Anaknya mengikuti berhenti juga.

”Kamu udah maafin Ayah kan, Sayang?” Tanya ayah.

Sang anak tersenyum dan mengangguk. Senyuman dan anggukan yang melegakan hati Ayah. Ayah pun memeluk. Sang anak membalas pelukan itu dengan erat. Dan ketika keduanya melepas pelukan, dua hati telah kembali ke fithrah bahagianya. Mereka pun bermain bola dengan asyik dan gembira sampai bermandikan keringat. Ajaib. Kelelahan sang ayah setelah bekerja seharian justru hilang. Mereka pun masuk ke dalam rumah dengan gembira.

Saudara yang baik, cerita di atas mungkin sering terjadi pada banyak orang. Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari sana, diantaranya:

1. Kemarahan kecil berdampak besar.

Bentakan sang ayah yang spontan mungkin terwujud dalam satu atau dua kata saja, misalnya : diam!, kenapa?, Nanti dulu! Dan sebagainya. Tapi karena kata-kata itu terlontar dari kemarahan, maka dampaknya sangat negatif. Kata-kata itu menusuk hati anaknya sampai membuatnya menangis. Mungkin karena harapan besar sang anak diluluhlantahkan seketika.

2. Diperlukan banyak cinta dan usaha untuk meredakan akibat buruk kemarahan.

Agar hubungan ayah – anak ini kembali bahagia, sang ayah harus menguras energi yang besar. Dari menyesal, minta maaf, membujuk, memeluk, bahkan sampai menangis. Itulah yang saya maksud dengan judul tulisan ini. Satu kemarahan membutuhkan 10 kasih sayang. Dan bisa juga dibalik. 10 kasih sayang bisa hilang oleh 1 kemarahan. Sama seperti kemarau satu tahun yang tak berbekas lagi karena turun hujan seharian. Karena ada fakta seperti ini, maka sebaiknya anda membiasakan diri untuk menjadi pribadi yang penuh kasih sayang. Bagaimana dengan kemarahan anda? Ya, kemarahan itu tetap ada dalam diri anda. Sewaktu-waktu bisa muncul. Tapi, saat waktunya tiba, anda bisa marah dengan cara yang baik.

3. Sering terjadi kontradiksi antara suara hati dengan tindakan.

Apakah setiap ayah mengasihi anaknya? Apakah setiap ayah rela berkorban apa saja demi kebaikan dan kebahagiaan anaknya? Apakah ayah bekerja keras luar biasa demi kepentingan anaknya? Jawaban ketiga pertanyaan ini adalah : Pasti. Itulah suara hati setiap ayah. Tapi, suara hati itu sering juga tertutupi oleh berbagai tabir. Tabir itu membuat sang suara hati terhalangi dan tidak mewujud menjadi tindakan. Tabir-tabir itu mungkin bernama kelelahan, kemarahan, egoisme, kesibukan, godaan, ambisi karir, dan sebagainya. Maka hadirlah tindakan dan perkataan yang justru bertolak belakang dengan suara hati. Bekerja lembur setiap hari, sampai melewatkan momen-momen bermain dengan anak-anak. Lupa akan hari ulang tahun istri/suami atau anak-anak karena terlalu sibuk. Terlalu mengandalkan pengasuh untuk mendidik anak. Mengekspresikan cinta pada keluarga sebatas banyaknya uang yang diberikan. Berhati-hatilah…

4. Betapa mudahnya seorang anak untuk memaafkan dengan tulus.

Pagi hari, anak anda mungkin berantem dengan temannya. Tapi siang hari, mereka telah bermain dengan asyik lagi. Yap. Anak-anak itu sangat mudah memaafkan dan kembali menikmati hidup bahagianya. Mereka tidak lama-lama dibayangi oleh dendam yang merusak hidup. Karenanya sangat lah pantas bila setiap kita belajar pada anak-anak untuk sesegera mungkin memaafkan kesalahan orang lain pada kita.

5. Cinta itu ajaib.

Percayailah cinta, karena cinta selalu yakin pada anda. Nikmatilah cinta, karena tak ada yang lebih indah darinya. Jadilah cinta, karena memang itulah sejatinya diri anda. Dan keajaiban pun akan terus menghampiri anda.

Nah saudara, berhati-hati lah dengan emosi anda. Anda harus bisa mengendalikan ekspresi emosi itu agar tidak merusak siapapun. Tidak merusak anda, dan orang-orang yang anda cintai. Selamat berekspresi.

Read More..

Ketidaksempurnaan dalam Kesempurnaan Suatu Hubungan

By Liza Marielly Djaprie
Membangun Kepercayaan Baru dalam Hubungan
“Seiring dengan berjalannya waktu… Masalah pun berlalu dengan sendirinya”

Pernah dengar kalimat itu?
Apakah memang benar?
Apa Anda percaya dengan kalimat tersebut???

Ehmm… secara pribadi saya kok tidak mempercayainya ya.
Maksud saya ya memang ada beberapa masalah yang tidak bisa diselesaikan saat itu juga dan membutuhkan waktu (sedikit) lebih lama untuk penyelesaiannya daripada masalah yang lain.

Tetapi kan jelas-jelas bukan berarti kita hanya perlu duduk ongkang-ongkang kaki dan membiarkan alam semesta ini yang membereskan semua.

Masalah harus dihadapi dan diselesaikan.
Dimana tentunya pertama-tama kita harus memilki keberanian terlebih dahulu untuk mau berhadapan langsung dengan masalah yang ada.

Ini adalah hukum yang berlaku di manapun juga.
Kita tidak akan pernah mendapatkan apapun kecuali kita berusaha untuk mendapatkannya.

Bagaimana kita dapat mengharapkan memiliki hidup yang damai dan tentram jika kita terus-menerus menumpukkan masalah di dalam ‘lemari’ kehidupan kita.
Cepat atau lambat, ‘lemari’ tersebut akan meledak karena kepenuhan toh?
Berapa banyak menurut Anda, ‘lemari’ tersebut mampu menampung masalah-masalah kita??

Saya berharap Anda tidak berpikir bahwa ‘lemari’ kita itu seperti kantong Doraemon yang dengan huebattnya mampu untuk menampung apa saja dan sampai kapan saja tanpa batas sepanjang hidup.
Ehmm… Kalau iya, berarti saya akan stop disini dan berdoa yang terbaik untuk Anda.

Tetapi kalau tidak dan Anda mulai berpikir bahwa ‘lemari’ Anda sudah hampir meledak, memuntahkan masalah-masalah yang tak tersentuh selama ini, maka mungkin sudah saatnya Anda menghadapi kenyataan yang sebenarnya.
Kenyataan bahwa Anda butuh untuk segera membersihkan ‘lemari’ Anda.

Saya percaya, kecenderungan untuk mendiamkan dan menumpuk masalah dalam ‘lemari’ Anda itulah yang seringkali menjadi kericuhan dalam sebuah hubungan. Entah itu hubungan pertemanan, hubungan keluarga atau hubungan dengan kekasih.

Individu dalam sebuah hubungan memiliki kecenderungan untuk membiarkan masalah berlalu dengan sendirinya.
Saya bahkan harus mengakui bahwa terkadang saya pun memiliki kecenderungan tersebut.

Perbedaannya mungkin terletak pada tingkat kecenderungan yang dimiliki.
Beberapa memiliki tingkat kecenderungan yang lebih rendah dan banyak berusaha untuk secepatnya menghadapi masalah-masalah yang tertunda.
Beberapa yang lain mungkin berada pada kondisi penyangkalan terus-menerus dan merasa tidak ada yang perlu untuk dihadapi.

Sejujurnya saya tidak bisa menyalahkan mereka yang berada dalam penyangkalan tersebut.
Dari semenjak lahir, kita selalu diajarkan betapa orang lain melengkapi kita.
Dari semenjak lahir, kita selalu diajarkan bahwa kita tidak sempurna dan selalu membutuhkan orang lain untuk hidup.
Memang di satu sisi hal tersebut tentunya benar.
Kita memang membutuhkan orang lain karena kita adalah makhluk sosial dan membutuhkan orang lain dalam proses belajar kita sepanjang hidup.

Namun sayangnya ajaran yang dibombardir setiap saat ini dapat pula menimbulkan 2 jenis individu.

Yang pertama adalah individu yang menjadi takut sekali untuk kehilangan seseorang (atau setiap orang) dalam hidupnya karena nantinya akan membuat ia menjadi tidak sempurna. Mereka berusaha setiap detik, setiap saat, untuk menyenangkan orang lain untuk dapat merasa sempurna meskipun mungkin hal yang dilakukan menyakiti diri sendiri. Mereka takut untuk menghadapi masalah yang ada karena mereka yakin dengan menghadapi masalah tersebut justru akan membuat hubungan yang terjalin menjadi hancur berantakan.
“Betul kan … Saya memang bodoh. Biarkan sajalah. Tidak perlu untuk membahasnya. Nanti suatu saat juga mereda sendiri masalah ini”

Atau mungkin yang kedua yang terus menyangkal membutuhkan orang lain karena ketakutannya akan ketidaksempurnaan. Mereka berusaha mati-matian untuk membuktikan betapa sempurnanya mereka sehingga tanpa orang lain pun mereka dapat hidup. Mereka selalu berhasil menggali sisi buruk dari orang lain dan selalu juara juga dalam menyalahkan orang lain ketika ada masalah yang terjadi. Setiap ada masalah, itu pasti karena orang lain dan bukan karena mereka.
“duh… dia bodoh sekali sih… dia keras kepala sekali sih… dia ini… dia itu…. Saya tidak peduli lagi! Saya bahagia untuk dapat hidup dalam dunia saya sendiri. Saya tidak butuh orang lain karena saya terlalu sempurna untuk mereka. Dunia tidak akan pernah dapat mengerti saya”

Jika kita dapat menelaah lebih lanjut, kedua bentuk reaksi tersebut sebenarnya mengarah pada emosi yang sama bukan, yaitu ketakutan.

Ini memang tampak seperti situasi yang menyedihkan sekali.
Namun BUKAN sesuatu yang tidak bisa untuk dirubah.
Seperti takdir yang ditulis di atas batu.
Kita dapat merubah kondisi tersebut jika kita memang berniat keras untuk merubahnya.
Bahkan batu pun sebenarnya dapat dipecah menjadi serpihan-serpihan kecil.

Kita dapat mulai melakukan perubahan dengan cara mulai belajar merasakan cinta dan bukan ketakutan.

Selama ini, kita sudah banyak (kenyang malah mungkin) merasakan ketakutan.
Apakah Anda tidak berpikir sudah saatnya untuk berhenti?
Apakah Anda sudah bosan dengan keadaan tersebut?

Jika iya, bagaimana jika mulai membuka lembaran hidup baru?
Mulai belajar merasakan bagaimana rasanya cinta.
Bagaimana rasanya belajar mengikhlaskan dan mencintai diri sendiri dengan segala ketidaksempurnaan yang mungkin ada.

Yup! Dengan bangga saya menyatakan bahwa kita memang tidak sempurna.
Saya tidak ingin menjadi sempurna.
Saya bukanlah manusia jika saya sempurna.
Saya selalu menyatakan bahwa saya sempurna dengan segala ketidaksempurnaan yang mungkin ada dalam diri saya.
Saya bahkan banyak belajar dari ketidaksempurnaan saya.
Saya belajar untuk berusaha, berjuang untuk merubah kondisi jika memang dapat saya rubah. Dan belajar untuk mengikhlaskan, mencintai kondisi yang memang tidak bisa saya rubah lagi.

Saya mencintai setiap aspek ketidaksempurnaan yang saya miliki sama seperti saya mencintai setiap jengkal kesempurnaan saya.
Kenapa?
Karena keduanya malah membuat saya merasa sempurna.

Kita semua tahu bahwa koin memiliki dua sisi.
Kita menerima kenyataan tersebut.

Jadi mengapa kita tidak juga menerima kenyataan bahwa kita pun memiliki dua sisi yang saling melengkapi dalam hidup ini?

Lagipula, ayolah…. Beritahu saya bagaimana caranya kita dapat membenahi masalah-masalah yang ada diluar diri kita, jika kita belum juga mampu membenahi masalah yang ada didalam diri kita sendiri.

Pemikiran yang cukup menyentak bukan?

Oleh karenanya, saya sekarang mendorong Anda untuk mulai belajar menghadapi masalah yang ada.
Saya undang Anda untuk mulai mencintai diri Anda dan berhadapan langsung dengan ‘setan-setan’ Anda.
Mulai dari hal-hal kecil dalam diri Anda, perlahan demi perlahan, lalu mulai mencoba untuk menghadapi yang ada di luar Anda.

Mari bersama-sama kita coba untuk membangun ajaran dan kepercayaan baru dalam hidup ini…
“Saya sempurna dengan segala ketidaksempurnaan saya dan saya mencintai keseluruhan paket diri saya”

Read More..

Kenapa Kita Sulit Berubah dalam Relationship?

Secara alamiah, manusia mempunyai kecenderungan untuk mengikuti pola hidup yang sama tanpa ia sadari. Bayangkan saja ketika Anda pindah ke rumah baru, kemungkinan besar Anda akan meletakkan barang-barang diposisi yang sama dengan di rumah lama. Ini membuktikan betapa sulitnya mengubah kebiasaan atau pola hidup yang sudah kita lakukan bertahun-tahun.

Hal yang sama terjadi dalam suatu relationship atau hubungan berpasangan. Suatu pola mulai terbentuk pada tahap perkencanan atau pernikahan. Tanpa disadari kita cenderung melakukan hal yang sama berulang-ulang dan akan sulit sekali untuk meninggalkannya. Yang menarik dalam relationship adalah kita tidak hanya berhubungan dengan pasangan kita saja, tetapi juga dengan orang tua, tante, kakak, adik, sepupu, dan banyak lagi. Kebiasaan yang kita ciptakan akan mempengaruhi bagaimana penerimaan mereka.

Seperti mendirikan bangunan, setiap kebiasaan yang kita ciptakan seperti lapisan batu bata yang kita letakkan di atas tembok. Kebiasaan yang terbentuk di kemudian hari akan mengambil pola dari kebiasaan sebelumnya. Apabila kita menyadari sejak awal bahwa suatu kebiasaan akan menimbulkan masalah, sungguh suatu tindakan bijaksana untuk segera mengubahnya sebelum itu membentuk suatu pola yang sulit dihilangkan.

Pola juga bisa timbul karena kebiasaan dalam keluarga dan pengalaman masa lalu kita dalam relationship. Kecenderungan yang timbul adalah kita mewarisi kebiasaan lama ke dalam relationship baru. Disini kita menaruh harapan banyak dari pasangan kita. Harapan yang timbul karena kita merasa menemukan diri kita dipasangan kita sendiri. Suatu studi tentang psikologi relationship mengatakan bahwa kita cenderung mencari pasangan hidup yang memiliki kemiripan kepribadian dengan diri kita karena kita tidak mau berubah terlalu banyak.

Padahal sebetulnya relationship itu adalah proses, bukan tujuan, yang membuat kita seharusnya lebih matang dan mengerti tentang diri kita sendiri dan pasangan kita. Dalam proses pematangan pastinya akan terjadi banyak benturan dan perubahan.

Lalu bagaimana menyikapinya:

1. Tidak ada yang benar atau yang salah dalam memecahkan persoalan bersama. Ketika Anda mencoba untuk menang dalam suatu argumen, Anda kehilangan sesuatu yang sangan berharga, yaitu rasa kasih.
2. Masalah apapun, apabila dikenali sejak awal, akan lebih mudah diselesaikan bersama-sama dengan saling mendengarkan, menghargai dan adanya keinginan untuk berubah.
3. Relationship bukan sekedar friendship, melainkan partnership. Fokuskan diri Anda ke teamwork dan saling membagi.
4. Apa yang Anda berikan akan Anda terima. Ini hukum universal kehidupan yang berlaku juga untuk relationship. Kalau Anda ingin dicintai, Anda harus memberikan cinta. Semakin banyak yang Anda berikan semakin banyak pula yang Anda terima.
5. Menyadari bahwa relationship adalah media yang paling sempurna untuk mengenali diri Anda sendiri melalui pasangan Anda. Jadi berhentilah mengomel dan mengeluh. Sebaliknya mulailah mengambil tanggung jawab dan lebih mencintai.
By Al Falaq Arsendatama

Read More..

Kamis, 07 April 2011

Berhentilah Jadi Gelas

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnyabelakangan ini selalu tampak murung."Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah didunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" sang Guru bertanya.
"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuktersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya," jawab sangmurid muda.
Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam.Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu."

Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaangurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
"Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kataSang Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya sedikit." Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum airasin."Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru."Asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah yang masihmeringis. Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan."Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekattempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau."Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludahdi hadapan gurunya, begitu pikirnya."Sekarang, coba kau minum air danau itu," kata Sang Guru sambilmencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggirdanau. Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, danmembawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingindan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanyakepadanya, "Bagaimana rasanya?""Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya denganpunggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumberair di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah.Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yangtersisa di mulutnya."Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?""Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air danmeminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya,membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas."Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalahdalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih.Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang haruskau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuaiuntuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurangdan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pundemikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yangbebas dari penderitaan dan masalah."Si murid terdiam, mendengarkan."Tapi Nak, rasa `asin' dari penderitaan yang dialami itu sangattergantung dari besarnya 'qalbu'(hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itujadi sebesar danau." (From : Suluk - Blogsome)

Read More..

Berfokus Pada Kelebihan Diri

Penulis: Tak Diketahui

“Anak-anak, coba tuliskan tiga kelebihanmu, ” kata seorang guru yang hari itu menjadi pembimbing retreat bagi anak-anak sekolah dasar.

Menit demi menit berlalu namun anak-anak itu seakan masih bingung.

Dengan setengah berakting, sang guru kemudian bersuara keras : “Ayo, tuliskan! Kalau ngga, kertasmu saya sobek lo.” Anak-anak manis itu seketika menjadi salah tingkah.


Beberapa di antara mereka, memang tampak mulai menulis. Salah satu di antara mereka menulis di atas kertas, “Kadang-kadang nurutin kata ibu. Kadang-kadang bantu ibu. Kadang-kadang nyuapin adik makan.”

Penuh rasa penasaran, sang guru bertanya kepadanya : “Kenapa tulisnya kadang-kadang? “. Dengan wajah penuh keluguan, sang bocah hanya berkata : “Emang cuma kadang-kadang, pak guru”

Ketika semua anak telah menuliskan kelebihan dirinya, sang guru kemudian melanjutkan instruksi berikutnya : “Sekarang anak-anak, coba tuliskan tiga kelemahanmu atau hal-hal yang buruk dalam dirimu.”

Seketika ruangan kelas menjadi gaduh. Anak-anak tampak bersemangat. Salah satu dari mereka angkat tangan dan bertanya : “Tiga saja, pak guru?”. “Ya, tiga saja!” jawab pak guru. Anak tadi langsung menyambung : “Pak guru, jangankan tiga, sepuluh juga bisa!”.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari cerita sederhana itu? Saya menangkap setidaknya ada beberapa hal penting yang bisa kita pelajari. Salah satunya, kita sering tidak menyadari apa kelebihan diri kita karena lingkungan dan orang di sekitar kita jauh lebih sering mengkomunikasikan kepada kita kejelekan dan kekurangan kita.

Baru-baru ini, saya dan istri saya menyaksikan di sebuah televisi swasta pertunjukkan seni dari para penyandang cacat. Kami benar-benar terharu. Ada orang buta yang begitu piawai bermain piano atau kecapi. Pria tanpa lengan dan wanita muda yang tuli dapat menari dengan begitu indahnya. “Luar biasa, dia bisa menari dengan penuh penghayatan. Yang membuat saya heran, dia kan tuli tapi kok bisa mengikuti irama lagu dengan sangat tepat?”, kata istri saya terkagum-kagum.

Seorang pria buta yang bernyanyi dengan nada merdu sempat berkata, “Saudaraku, saya memiliki dua mata seperti Anda. Namun yang ada di depan saya hanyalah kegelapan. Ibu saya mengatakan saya bisa bernyanyi, dan ia memberi saya semangat untuk bernyanyi.”

Benarlah apa yang dikatakan Alexander Graham Bell : “Setelah satu pintu tertutup, pintu lainnya terbuka; tetapi kerap kali kita terlalu lama memandangi dan menyesali pintu yang telah tertutup sehingga kita tidak melihat pintu yang telah dibuka untuk kita.”

Fokuskan perhatian pada kelebihan kita dan bukan kelemahan kita.
Posted by Yoliandri

Read More..

Renungan Hidup

Betapa besarnya nilai uang kertas senilai Rp.100.000 apabila dibawa ke masjid untuk disumbangkan; tetapi betapa kecilnya kalau dibawa ke Mall untuk dibelanjakan!

Betapa lamanya melayani Allah selama lima belas menit namun betapa singkatnya kalau kita melihat film.

Betapa sulitnya untuk mencari kata-kata ketika berdoa (spontan) namun betapa mudahnya kalau mengobrol atau bergosip dengan pacar / teman tanpa harus berpikir panjang-panjang.

Betapa asyiknya apabila pertandingan bola diperpanjang waktunya ekstra namun kita mengeluh ketika khotbah di masjid lebih lama sedikit daripada biasa. Betapa sulitnya untuk membaca satu lembar Al-qur’an tapi betapa mudahnya membaca 100 halaman dari novel yang laris.

Betapa getolnya orang untuk duduk di depan dalam pertandingan atau konser namun lebih senang berada di saf paling belakang ketika berada di Masjid

Betapa Mudahnya membuat 40 tahun dosa demi memuaskan nafsu birahi semata, namun alangkah sulitnya ketika menahan nafsu selama 30 hari ketika berpuasa.

Betapa sulitnya untuk menyediakan waktu untuk sholat 5 waktu; namun betapa mudahnya menyesuaikan waktu dalam sekejap pada saatterakhir untuk event yangmenyenangkan.

Betapa sulitnya untuk mempelajari arti yang terkandung di dalam al qur’an; namun betapa mudahnya untuk mengulang-ulangi gosip yang sama kepada orang lain.

Betapa mudahnya kita mempercayai apa yang dikatakan oleh koran namun betapa kita meragukan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci AlQuran.

Betapa setiap orang ingin masuk sorga seandainya tidak perlu untuk percaya atau berpikir,atau mengatakan apa-apa,atau berbuat apa-apa.

Read More..

Senin, 21 Maret 2011

“Berikan kami Al Qur’an, bukan cokelat!”

“Al Qur’an! Al Qur’an! Bukan cokelat! Bukan Cokelat!” kata anak perempuan setengah berteriak ke beberapa teman lain yang sedang mengurus pengungsi.

Dua Pasang Mata di Tengah Salju: Al Qur’an Bukan Cokelat!

(Banyak yang sebenarnya harus saya catat ketika bekerja menemani anak-anak di berbagai daerah dan negara. Namun,cerita yang satu ini amat berkesan. Menohok konsep diri.)

Anak-anak hebat tidak selamanya lahir dari fasilitas yang serba lengkap, bahkan sebagian dari mereka disembulkan dari kehidupan sulit yang berderak-derak. Mereka tumbuh dan berkembang dari kekurangan.

Pada sebuah musim dingin yang menggigit, di sebuah pedalaman, di belahan timur Eropa, kisah ini bermula. Kejadian menakjubkan, setidaknya bagi saya.

Salju bagai permadani putih dingin menyelimuti pedalaman yang telah kusut masai dirobek perang yang tak kunjung usai. Dentuman bom dan letupan senjata meraung-raung dimana-mana. Sesekali, terdengar ibu dan anak menjerit dan kemudian hilang.

Di tenda kami, puluhan anak duduk memojok dalam keadaan teramat takut. Sepi. Takada percakapan. Takada jeritan. Hanya desah pasrah merayap dari mulut mereka terutama ketika terdengar letupan atau ledakan.

Di luar, selimut putih beku telah menutup hampir semua jengkal tanah. Satu-dua pohon perdu masih keras kepala mendongak, menyeruak. Beberapa di antara kami terlihat masih berlari ke sana-kemari. Memangku anak atau membopong anak-anak yang terjebak perang dan musim dingin yang menggigit tulang.

Tiba-tiba dari kejauhan, saya melihat dua titik hitam kecil. Lambat laun, terus bergerak menuju tenda kami. Teman di samping yang berkebangsaan Mesir mengambil teropong.

“Allahu Akbar!” teriaknya meloncat sambil melemparkan teropong sekenanya.

Saya juga meloncat dan ikut berlari menyusul dua titik hitam kecil itu. Seperti dua rusa yang dikejar Singa Kalahari, kami berlari.

Dari jarak beberapa meter, dapat kami pastikan bahwa dua titik hitam kecil itu adalah sepasang anak. Anak perempuan lebih besar dan tinggi dari anak lelaki. Anak perempuan yang manis khas Eropa Timur itu terlihat amat lelah. Matanya redup. Sementara, anak lelaki berusaha terus tegar.

“Cokelat …,” sodor teman saya setelah mereka sampai di tenda penampungan kami.

Anak yang lebih besar dengan mata tajamnya menatap teman saya yang menyodorkan sebungkus cokelat tadi.

Teman saya merasa mendapat perhatian maka dia semakin semangat menyodorkan cokelat. Diangsurnya tiga bungkus cokelat ke kepalan tangan anak yang kecil (yang ternyata adalah adiknya).

Sang Kakak dengan cepat dan mengejutkan kami mengibaskan tangannya menolak dua bungkus cokelat yang diberikan. Teman saya yang berkebangsaan Mesir itu terkesiap.

“Berikan kami Al Qur’an, bukan cokelat!” katanya hampir setengah berteriak.

Kalimatnya yang singkat dan tegas seperti suara tiang pancang dihantam berkali-kali.

Belum seluruhnya nyawa kami berkumpul, sang Kakak melanjutkan ucapannya,

“Kami membutuhkan bantuan abadi dari Allah! Kami ingin membaca Al Qur’an. Tapi, ndak ada satu pun Al Qur’an.”

Saya tercekat apalagi teman saya yang dari Mesir. Kakinya seperti terbenam begitu dalam dan berat di rumput salju. Kami bergeming.

Dua titik hitam yang amat luar biasa meneruskan perjalanannya menuju tenda pengungsi. Mereka berusaha tegap berjalan.

“Al Qur’an! Al Qur’an! Bukan cokelat! Bukan Cokelat!” kata anak perempuan setengah berteriak ke beberapa teman lain yang sedang mengurus pengungsi.

Saya dan teman Mesir yang juga adalah kandidat doktor ilmu tafsir Al Qur’an Universitas Al Azhar Kairo itu kaku.

[Takakan pernah terlupakan kejadian di sekitar Mostar ini. Meski musim dingin dan dalam dentuman senjata pembunuh yang tak terkendali, angsa-angsa terus berenang di sebuah danau berteratai yang luar biasa indahnya. Beberapa anak menangis dipangkuan. Darah menetes. Beberapa anak-anak bertanya, dimana ayah dan ibu mereka. (Saya ingin melupakan tahunnya.)]

== disalin dari:
“Aku Mau Ayah! Mungkinkah tanpa sengaja anak Anda telah terabaikan? 45 Kisah Nyata Anak-Anak Yang Terabaikan“, bab “Dua Pasang Mata di Tengah Salju: Al Qur’an Bukan Cokelat!” (hal 83-86)
Penulis: Irwan Rinaldi.
Penerbit: Progressio Publishing.
Cetakan Pertama, Juni 2009

Read More..

Anak, perhiasan sekaligus ujian

Allooh Subhannahu Ta’ala berfirman:

ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا‌ۖ

“Harta dan anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia “(QS. Al-Kahfi:46)
Ya tentu saja, anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Betapa jiwa kita merasa bahagia menyaksikan mereka dan hati pun bergembira saat bercanda ria dengan mereka.

Namun waspadalah, sebab anak adalah fitnah (ujian).

Dan Allooh Subhannahu Ta’ala berfirman:
إِنَّمَآ أَمۡوَٲلُكُمۡ وَأَوۡلَـٰدُكُمۡ فِتۡنَةٌ۬‌ۚ وَٱللَّهُ عِندَهُ ۥۤ أَجۡرٌ عَظِيمٌ۬

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS. At-Taghaabun:15)

Jangan kita terpedaya!
Anak, kadang membuat seorang hamba menjadi angkuh dan tidak mensyukuri nikmat Allooh Subhannahu Ta’ala. Ia menjadi angkuh dan berbangga diri karena anaknya, merasa paling tinggi dari orang lain. Ia sombong dan takabbur, bahkan merendahkan orang lain dan berlaku aniaya. Maka hal itu hanya mengantarkannya ke neraka.
Simak firman Allooh Subhannahu Ta’ala berikut ini:

(وَمَآ أَرۡسَلۡنَا فِى قَرۡيَةٍ۬ مِّن نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتۡرَفُوهَآ إِنَّا بِمَآ أُرۡسِلۡتُم بِهِۦ كَـٰفِرُونَ (٣٤

(وَقَالُواْ نَحۡنُ أَڪۡثَرُ أَمۡوَٲلاً۬ وَأَوۡلَـٰدً۬ا وَمَا نَحۡنُ بِمُعَذَّبِينَ (٣٥

(قُلۡ إِنَّ رَبِّى يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ (٣٦

وَمَآ أَمۡوَٲلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَـٰدُكُم بِٱلَّتِى تُقَرِّبُكُمۡ عِندَنَا زُلۡفَىٰٓ إِلَّا مَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَـٰلِحً۬ا فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ

(لَهُمۡ جَزَآءُ ٱلضِّعۡفِ بِمَا عَمِلُواْ وَهُمۡ فِى ٱلۡغُرُفَـٰتِ ءَامِنُونَ (٣٧


Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata:”Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya”.

Dan mereka berkata:”Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan di azab”.

Katakanlah:”Sesungguhnya Rabb-ku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikendaki-Nya), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, merekalah itu yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam jannah). (QS. Saba’: 34-37)

Anak, kerap kali mendorong ayah untuk meghalalkan usaha yang haram. Demi masa depan anak katanya…
Ia pun berusaha keras mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, dengan segala cara, sekalipun ia harus mendzhalimi yang lemah, memusuhi manusia atau memutus tali silaturrahim.


Anak, kadang membuat seorang hamba menjadi kikir dan penakut. Saat ingin bersedekah, setan datang kepadanya seraya berkata,”Anakmu tadi minta ini dan itu! Maka demi anaknya, ia pun urung menginfakkan hartanya di jalan Allooh Subhannahu Ta’ala. Padahal yang diminta oleh anaknya itu bukanlah suatu kebutuhan primer.


Benarlah sabda Rosulullooh Shololloohu ‘alahi Wassallam:
“Sesungguhnya anak bisa membuat seseorang menjadi bakhil, penakut, jahil dan bersedih.” (HR. Al-Hakim (5284) dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jaami’(1990))


Ketika ia harus mengatakan kalimat yang hak, ia berfikir dua kali. Ia takut petaka akan menimpa dirinya dan anak kesayangannya. Ia pun memilih diam daripada menyampaikan kebenaran.

Ketika anak jatuh sakit, rasa iba mendorong orang tua bertindak bodoh, melanggar syari’at agama dengan ucapan maupun perbuatannya, mengugat takdir Allooh dan tidak menerima ketetapan-Nya. Ia pun membawa anaknya ke dukun padahal Nabi melarang pebuatannya itu.


Yang parah lagi, ada pula anak yang mendorong orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran, Wallaahul musta’an.


Perhatikanlah orang yang tertipu disebabkan anak-anaknya dan tidak mensyukuri nikmat Allooh ini! Ia adalah seorang kafir Makkah bernama Khalid bin Mughirah. Allooh Subhannahu Ta’ala berkata tentangnya:
Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian.

Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak,

dan anak-anak yang selalu bersama dia,

dan Ku-lapangkan baginya (rezki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya,

kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya.

Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’an).

Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (QS. Al-Muddatstsir: 11-17)
Dia adalah lelaki yang dikarunia anak-anak dan Allooh menjadikan ia selalu bersama mereka untuk mengais rizki. Bahkan rizki lah yang mengelilinginya. Dan anak-anaknya senantiasa berada di sisi nya menjadi hiburan baginya. Walau demikian, ia tidak mensyukuri nikmat Allooh, bahkan dibalasnya dengan kekufuran.
Akibatnya, Allooh Subhannahu Ta’ala berfirman:

Aku akan memasukkannya ke dalam Saqar.

Tahukah kamu apa (naar) Saqar itu

Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan.

(Naar Saqar) adalah pembakar kulit manusia. (QS. Al-Muddatstsir: 26-29)


Lalu bagaimana caranya agar kita terhindar dari fitnah (godaan) ini?
Jadikanlah cinta pertama kita untuk Allooh Subhannahu Ta’ala. Jadikan manusia yang paling kita cintai adalah Rosul-Nya dan bertakwalah kepada Allooh dalam mengurus mereka.


Rosulullooh Shololloohu ‘alahi Wassallam mengajarkan bahwa di antara yang dapat menghapuskan keburukan akibat godaan anak adalah mengerjakan sholat, puasa, shodaqoh dan beramar ma’ruf nahi munkar. Rosulullooh Shololloohu ‘alahi Wassallam bersabda:
“Gangguan menimpa seseorang disebabkan keluarga, harta, anak, diri dan tetangganya dapat dihapuskan oleh puasa, sholat, shodaqoh dan beramar ma’ruf nahi munkar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Walloohu a’lam bish showab.


*Ditulis ulang oleh Ummu Tsaqiif al-Atsariyyah dari buku “Mencetak Generasi Robbani, Pustaka Darul Ilmi untuk jilbab.or.id*

Read More..

Izinkan Anak Berbuat “Salah”

Kesadaran bahwa kesalahan dan kegagalan adalah manusiawi perlu dimiliki oleh siapapun, termasuk anak. Mendorong dan melatih anak agar memandang kesuksesan dan kegagalan dalam persektif yang benar penting dilakukan. Dalam hal ini orang tua berperan penting. Mendorong anak untuk berhasil tentu saja wajar dan bahkan harus. Namun hal itu perlu diimbangi dengan meneguhkan anak untuk bersikap realistis untuk menerima kegagalan. Orang tua juga perlu berbagi pengalaman bahwa tidak setiap tujuan pasti terwujud meski telah dipersiapkan dengan teliti dan matang.


Ka’ab bin Malik. Ia salah satu sahabat mulia Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ia juga pemuka sahabat kalangan Anshor dari suku Khazraj. Berkali-kali ia membersamai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam berbagai peperangan, tetapi tidak di perang Tabuk. Ketika sebagian besar sahabat bersiap untuk perang ini, Ka’ab bin Malik tak segera melakukan hal yang sama. Pada akhirnya ia memang tertinggal, tak ikut serta dalam peperangan ini. Karena kesalahan ini, Rasulullah dan sahabat-sahabat lain mengucilkannya beberapa lama hingga akhirnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memberi kabar gembira: “Berbahagialah dengan hari terbaik yang engkau jumpai semenjak ibumu melahirkanmu.” Itulah kabar tentang diterimanya taubat Ka’ab bin Malik.

Kesalahan dan kegagalan sesungguhnya merupakan bagian dari perjalanan hidup karena kita memang tidak sempurna. Siapapun bisa melakukan kesalahan dan mengalami kegagalan, termasuk sahabat Ka’ab bin Malik sebagaimana dikisahkan di atas. Bahkan Nabi Adam pun pernah berbuat salah. Benar sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagaimana diriwayatkan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah bahwa setiap bani Adam berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.

Kesalahan dan kegagalan sesungguhnya melekat pada proses keberhasilan. Thomas Alfa Edison misalnya. Ia berhasil menemukan lampu pijar setelah melakukan 9.999 kali percobaan. Kegagalan dan kesalahan tersebut tidak menjadikannya putus asa. Justeru ia mengatakan bahwa dengan begitu ia mengetahui ribuan cara agar lampu tidak menyala. Sikap realistis inilah
yang tampaknya menopang kesuksesan Thomas Alfa Edison. Ia menerima kesalahan dan kegagalan sebagai sesuatu yang wajar dan menjadikannya titik tolak untuk maju dan berkembang.

Berhati-hati agar tidak melakukan kesalahan dan khawatir mengalami kegagalan tentu saja wajar. Namun, ketika kekhawatiran itu sangat berlebihan sehingga menghalangi untuk bertindak apapun, tentu tidak wajar. Inilah yang mungkin secara tidak sadar dilakukan orang tua yang sangat protektif kepada anaknya.

Lihatlah bagaimana orang tua dengan segera memegang sang anak yang sedikit terhuyung ketika sang anak baru berlatih berjalan. Lihat pula bagaimana orang tua segera mengatakan “Nak, jangan pilih warna itu, tidak cocok, Gunakan yang ini saja” ketika anak belajar mewarnai.

Orang tua sering begitu protektif dan tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba berbagai hal dalam proses belajar mereka karena begitu khawatir anak melakukan kesalahan.

Tak disangsikan bahwa perilaku demikian didasari oleh rasa sayang mereka. Namun, perilaku demikian berpotensi meneguhkan keyakinan pada diri anak bahwa melakukan kesalahan dan mengalami kegagalan adalah tabu. Akibatnya anak cenderung menghindari tindakan apapun yang dipandangnya dapat menyebabkan kegagalan. Akibat selanjutnya bisa diduga bahwa hal itu akan membatasi mereka untuk berkreasi dan berkembang.

Kesadaran bahwa kesalahan dan kegagalan adalah manusiawi perlu dimiliki oleh siapapun, termasuk anak. Mendorong dan melatih anak agar memandang kesuksesan dan kegagalan dalam persektif yang benar penting dilakukan. Dalam hal ini orang tua berperan penting. Mendorong anak untuk berhasil tentu saja wajar dan bahkan harus. Namun hal itu perlu diimbangi dengan
meneguhkan anak untuk bersikap realistis untuk menerima kegagalan. Orang tua juga perlu berbagi pengalaman bahwa tidak setiap tujuan pasti terwujud meski telah dipersiapkan dengan teliti dan matang.

Di kelas, guru juga berperan penting untuk menumbuhkan kesadaran dan keyakinan bahwa melakukan kesalahan dan mengalami kegagalan adalah manusiawi. Bagaimana caranya? Sesekali guru perlu mengisahkan tokoh-tokoh hebat yang dalam kisah suksesnya juga pernah melakukan
kesalahan dan mengalami kegagalan. Kisah Ka’ab bin Malik dan Thomas Alfa Edison di atas dapat dijadikan contoh. Guru juga perlu memberikan rasa aman bagi anak untuk mencoba hal-hal baru dalam proses belajar mereka tanpa kekhawatiran akan dicerca jika melakukan kesalahan. Guru perlu meyakini bahwa anak .akan belajar dengan cepat jika mereka berada dalam
lingkungan yang menerima terjadinya kesalahan. Guru sebaiknya menghindari komentar atau pertanyaan yang bersifat negatif seperti: “bagaimana bisa kamu melakukan kesalahan seperti itu?” atau “kamu tidak mendengarkan saya ya… sehingga bisa salah seperti ini?”

Dalam kegiatan pembelajaran, guru seharusnya tidak bersegera memberikan rumus formal kepada anak untuk menyelesaikan suatu soal. Anak perlu diberikan kebebasan untuk melakukan eksplorasi dan menemukan cara mereka sendiri tanpa khawatir akan dicerca jika melakukan kesalahan. Hal ini akan mendorong anak berpikir kreatif dengan melihat berbagai kemungkinan
cara menyelesaikan soal. Mungkin saja cara mereka lebih kreatif dan lebih mudah dipahami, setidaknya oleh mereka sendiri. Namun, mungkin juga anak akan mengalami kesulitan dan menemui jalan buntu. Terhadap hal ini guru hendaknya membimbing mereka untuk mengenali kesalahan mereka dan memanfaatkannya untuk proses belajar mereka. Cara demikian akan memberikan pengalaman dan kemampuan berharga kepada anak. Pengalaman dimaksud adalah pengalaman menghadapi masalah, bukan menghindarinya, dan secara bebas berusaha menyelesaikannya tanpa takut gagal. Pengalaman demikian sangat penting bagi anak mengarungi kehidupannya kelak.

Membelajarkan anak agar menyadari bahwa melakukan kesalahan dan mengalami kegagalan adalah manusiawi memerlukan proses. Hal itu perlu dilakukan secara berkelanjutan sehingga anak memiliki perspektif yang benar dan berimbang dalam memandang keberhasilan dan kegagalan.

March 7, 2010. Dikirim Sutikno bin Tumingan dalam Keluarga
dari:
Izinkan Anak Berbuat “Salah”: Ali Mahmudi,Dosen Matematika Universitas Negeri Yogyakarta.
Fahma Vol.7 No.2, Februari 2010, hal. 14-15.

Read More..

Saudaraku, Tinggalkanlah Dusta

Di antara sebab terbanyak yang menjerumuskan anak Adam ke lembah kemaksiatan, adalah mereka
tidak menjaga dua hal yaitu lidah dan kemaluannya. Sehingga Rasulullah
shalallahu alaihi wa salam bersabda:

”Barangsiapa yang mampu menjaga
apa yang terdapat di antara dua janggutnya dan apa yang ada di antara dua
kakinya, maka aku jamin akan masuk surga.” (Muttafaq alaih, dari Sahl bin
Sa’ad).

Kemaksiatan yang ditimbulkan dari kemaluan adalah zina, dan
kemaksiatan yang ditimbulkan oleh lisan adalah dusta. Terkadang dengan lisannya
seseorang mengucapkan kata-kata tanpa dipertimbangkan dan dipikirkan sebelumnya,
sehingga menimbulkan fitnah dan kemudharatan yang banyak bagi dirinya maupun
bagi orang lain.

Oleh karena itu jelaslah bahwa di antara keselamatan
seorang hamba adalah tergantung pada penjagaannya terhadap lisannya. Nabi
shalallahu alaihi wa salam sendiri pernah menasehati ‘Uqbah bin Amir ketika dia
bertanya tentang keselamatan, lalu beliau bersabda:

”Peliharalah
lidahmu, betahlah tinggal di rumahmu dan tangisilah dosa-dosamu.” (HR
Tirmidzi, hadits hasan).

Termasuk penyimpangan yang nyata dan banyak
terjadi di masyarakat kita sekarang ini adalah melakukan dusta, baik dalam
ucapan maupun perbuatan, baik dalam menjual maupun membeli, dalam sumpah dan
perjanjian, bahkan menggunakan dusta sebagai bumbu dakwah dan menjatuhkan orang
karena kedengkian.

Manusia yang awam maupun yang ‘alimnya banyak
menganggap sepele masalah dusta, sehingga menjadi kebiasaan yang membudaya, yang
seolah sulit ditinggalkan. Yang lebih parah lagi adalah kebiasaan dusta ini
tidak dipedulikan lagi oleh yang awam maupun yang alim, mad’u maupun da’inya,
terhadap bahaya yang ditimbulkan. Na’udzubillah min
dzalik.

Padahal urusan dusta adalah termasuk hal yang berbahaya,
karena termasuk urusan haram yang menyebabkan pelakunya terjerumus ke dalam
neraka. Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:

”Sesungguhnya
dusta itu menuntun kepada kekejian dan kekejian itu menuntun ke dalam neraka.
Tidak henti-hentinya seseorang itu berdusta dan membiasakan diri dalam dusta,
sehingga dicatat di sisi Allah sebagai pendusta (muttafaqun
‘alaih).

Dusta mempunyai beberapa pengaruh buruk, yang seandainya hal ini
disadari oleh para pendusta pasti mereka akan meninggalkan kebiasaan dustanya
dan akan kembali bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Sebagian
dari pengaruh buruk itu adalah:

1. Menyebarkan
keraguan kepada dan di antara manusia

Keraguan artinya
bimbang dan resah. Ini berarti seorang pendusta selamanya menjadi sumber
keresahan dan keraguan, serta menjatuhkan ketenangan pada orang yang jujur.
Berkata Rasulullah shalallahu alaihi wa salam:

”Tinggalkanlah apa-apa
yang membuatmu ragu dan ambil apa-apa yang tidak meragukanmu, karena
sesungguhnya kejujuran itu adalah ketenangan dan dusta itu adalah
keresahan.” (HR Tirmidzi, An Nasai, dan lainnya).

2. Terjerumusnya
seseorang ke dalam salah satu tanda munafik

Rasulullah shalallahu
alaihi wa salam bersabda:
”Ada empat hal, barangsiapa yang memiliki
semuanya, maka dia munafik sejati. Dan barangsiapa memiliki salah satu di
antaranya, berarti dia mempunyai satu jenis sifat munafik hingga dia
meninggalkannya. Yaitu bila diberi amanat dia khianat, bila berkata dia dusta,
bila berjanji dia mengingkari, dan jika berselisih dia berkata kotor.”
(Muttafaqun ‘alaih).

Sebagaimana diketahui, bahwa orang munafik akan
menempati kerak neraka yang paling bawah. Sebutan munafik adalah sebutan yang
amat berat, maka mengapa kita berani berdusta dan mempertahankannya padahal ia
hanya akan mengantarkan kita kepada kedudukan yang buruk lagi
menghinakan.

3. Hilangnya kepercayaan

Sesungguhnya selama
dusta menyebar dalam kehidupan masyarakat, maka hal itu akan menghilangkan
kepercayaan di kalangan kaum Muslimin, memutuskan jalinan kasih sayang di antara
mereka, sehingga menyebabkan tercegahnya kebaikan dan menjadi penghalang
sampainya kebaikan kepada orang yang berhak menerimanya.

4.
Memutarbalikkan kebenaran

Di antara pengaruh buruk dusta adalah
memutarbalikkan kebenaran dan membawa berita yang berlainan dengan fakta,
lebih-lebih dilakukan dengan tanpa mencari kejelasan atau tabayyun yang
disyariatkan. Hal ini dilakukan karena para pendusta suka merubah kebatilan
menjadi kebenaran dan kebenaran menjadi kebatilan dalam pandangan manusia.
Sebagaimana para pendusta pun suka menghias-hiasi keburukan sehingga tampak baik
dan memburuk-burukkan yang baik sehingga berubah menjadi buruk. Dan itulah
perniagaan para pendusta yang terurai rapi dan mahal harganya menurut pandangan
mereka.

Dan apa saja yang mereka katakan tentang keburukan seseorang, dan
apapun pengaruhnya, maka hati-hatilah terhadap mereka, baik yang anda baca dari
mereka ataupun yang anda dengar. Pahami firman Allah
ta’ala:

”…Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS Al Mukmin:
28)

5. Pengaruh dusta terhadap anggota badan

Dusta menjalar
dari hati ke lidah, maka rusaklah lidah itu, lalu menjalar ke anggota badan,
maka rusaklah amal perbuatannya sebagaimana rusaknya lidah dalam berbicara. Maka
jika Allah subhanahu wa ta’ala tidak memberikan kesembuhan dalam kejujuran
kepada para pendusta itu. Sehingga semakin rusaklah mereka dan menjerumuskan
mereka ke arah kehancuran.

Rasulullah shalallahu alaihi wa salam
bersabda:
”Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebajikan, sedangkan
dusta menuntun kepada kedurhakaan.” (Muttafaq ‘alaih).

Itulah
sebagian kecil dari akibat buruk dusta yang semuanya merupakan akibat yang
terasa di dunia, dan di sisi Allah balasan bagi pendusta lebih dahsyat dan
mengerikan.

Jelaslah bahwa para pendusta akan berjalan di atas jalan yang
menuju neraka, karena dengan berdusta berarti ia akan membuka berbagai pintu
keburukan lainnya. Rasulullah shalallahu alaih wa salam
bersabda:

”Sesungguhnya dusta itu menuju kepada kekejian dan kekejian
menuntun ke neraka, seseorang terus menerus berdusta sehingga dicatat di sisi
Allah sebagai Pendusta.” (muttafaq ‘alaih)

Untuk itu agar kita semua
memperhatikan bahaya dusta sehingga takut untuk melakukannya. Adapun cara untuk
menghindar darinya antara lain:

1. Tidak bergaul dengan
para pendusta dan mencari teman yang shaleh lagi jujur.
2. Mempunyai
keyakinan yang mantap akan bahaya yang ditimbulkannya baik di dunia maupun di
akhirat.
3. Melatih hati dan lisan untuk selalu berkata dan berbuat
jujur.
4. Selalu aktif mengkaji Al-Qur’an dan mengamalkannya.

Semoga
Allah menganugerahkan kejujuran kepada kita semua dalam ucapan maupun
perbuatan.

Sumber:
Majalah As-Sunnah Edisi 09/Th III/1419H-1999

Read More..

Rabu, 02 Februari 2011

AGAR CINTA BERSEMI INDAH

dikutip dari http://azzam-ku.blogspot.com/
Menerima pendamping kita apa adanya dengan tidak berharap terlalu banyak, merupakan bekal untuk mencapai kemesraan dalam rumah tangga dan kebahagiaan di akhirat.
Sebagai hamba yang dianugerahi fitrah, kita memang perlu menyeimbangkan harapan. Tak salah kita berdoa memohon suami yang sempurna, tetapi pada saat yang sama kita juga harus melapangkan dada untuk menerima kekurangan. Kita boleh memancangkan harapan, tapi kita juga perlu bertanya apa yang sudah kita persiapkan agar layak mendampingi pasangan idaman.

Ini bukan berarti kita tidak boleh mempunyai keinginan untuk memperbaiki kehidupan kita, rumah tangga kita, serta pasangan kita. Akan tetapi, semakin besar harapan kita dalam pernikahan semakin sulit kita mencapai kebahagiaan dan kemesraan. Sebaliknya, semakin tinggi komitmen pernikahan kita (marital commitment) akan semakin lebar jalan yang terbentang untuk memperoleh kebahagian dan kepuasan.

Apa bedanya harapan dan komitmen? Apa pula pengaruhnya terhadap keutuhan rumah tangga kita? Harapan terhadap perkawinan menunjukkan apa yang ingin kita dapatkan dalam perkawinan. Bila kita memiliki harapan perkawinan yang sangat besar,sulit bagi kita untuk menerima pasangan apa adanya. Kita akan selalu melihat dia penuh kekurangan. Jika kita menikah karena terpesona oleh kecantikannya, kita akan segera kehilangan kemesraan sehingga tidak bisa berlemah lembut begitu istri kita sudah tidak memikat lagi. Betapa cepat dan berlalu dan betapa besar nestapa yang harus ditanggung.

Sementara itu, komitmen perkawinan lebih menunjukkan rumah tangga seperti apa yang ingin kita bangun. Kerelaan untuk menerima kekurangan, termasuk mengikhlaskan hati menerima kekurangannya membuat kita lebih mudah mensyukuri perkawinan.

Disebabkan oleh komitmen yang sangat kuat pada Allah dan Rasul-Nya istri Julaibib mengikhlaskan hati untuk menikah dengan Julaibib. Yang baru semalam usia pernikahan mereka Julaibib mengakhiri hayat di medan syahid. Ketika ibunya merasa tidak rela dikarenakan rendahnya rendahnya martabat dan buruknya perawakan fisik, ia meminta agar orang tuanya menerima pinangan itu kalau memang Rasulullah saw. yang menentukan.

Orang yang melapangkan hati untuk menenggang perbedaan, cenderung akan menemukan banyak kesamaan. Perbedaan itu bukan lantas tidak ada, tetapi kesediaan untuk menenggang perbedaan membuat kita mudah untuk melihat kesamaan dan kebaikannya. Sebaliknya, kita akan merasa tidak nyaman berhubungan dengan orang lain, tidak terkecuali pendamping hidup kita, bila kita sibuk mempersoalkan perbedaan. Apalagi jika kita sering menyebut-nyebutnya, semakin terasa perbedaan itu dan semakin tidak nyaman membina hubungan dengannya.

Semoga Allah melindungi kita dari mempersoalkan perbedaan tanpa mengilmui. Semoga Allah menjauhkan kita dari kesibukan yang membinasakan. Semoga Allah pula kelak mengukuhkan ikatan perasaan di antara kita dengan kasih sayang, ketulusan, dan kerelaan menenggang perbedaan. Sesungguhnya telah berlalu umat-umat sebelum kita yang mereka binasa karena sibuk mempersoalkan perbedaan dan memperdebatkan hal-hal yang menjadi rahasia Allah.

Nah, jika mempersoalkan perbedaan, menyebut-nyebutnya, dan mengeluhkannya akan membuat hubungan renggang, mengapa tidak melapangkan hati untuk menenggangnya? Sesungguhnya menenggang perbedaan akan menumbuhkan kasih sayang dan kemesraan yang hangat. Ada perasaan mengharukan yang sekaligus membahagiakan jika kita memberikan untuknya apa yang ia sukai.

Untuk itu, ada tiga hal yang perlu kita pahami agar ia mempercayai ketulusan kita. Pertama, berikanlah perhatian yang hangat kepadanya. Besarnya perhatian membuat dia merasa kita sayang dan kita cintai. Kedua terimalah ia tanpa syarat. Penerimaan tanpa syarat menunjukkan bahwa kita mencintainya dengan tulus. Tidak mungkin menerima dia apa adanya jika kita tidak memiliki ketulusan cinta dan kebersihan niat. Ketiga, ungkapkanlah dengan kata-kata yang tepat.

Berkaitan dengan ungkapan ini, ada sebuah tips yang ahsan yang disampaikan oleh ustaz yang kini masih mengajar di jurusan Psikologi, UII, Yogyakarta ini. Yakni terminologi "aku" dan kamu". Saat kita mendapatkan bahwa masakan yang dibuat pasangan kita keasinan misalnya, maka gunakanlah kata ganti "aku" . "Aku lebih suka kalau sayurnya lebih manis, sayang" Tapi saat kita mendapatkan suatu kelebihan pada diri pasangan, ia sukses menggoreng telor dadar misalnya (biasanya ia menggoreng berkerak), maka kita gunakan kata ganti "kamu". "Kamu memang pintar, istriku". Kita gunakan kata "aku" untuk sesuatu yang sifatnya negatif dan "kamu" untuk sesuatu yang sifatnya positif. Untuk semua hal.

Tampaknya memang benar, karena penggunaan kata ganti "kamu" untuk sebuah kesalahan yang telah dilakukan oleh pasangan kita cenderung menyaran pada arti memvonis alih-alih memosisikan pasangan kita sebagai tertuduh.

Dalam perspektif pragmatik (linguistik), terminologi ini merupakan sebuah upaya penggunaan maksim kesopanan dengan tetap mempertahankan maksim kerja sama. Dengan tujuan agar tidak terjadi konflik pada keduanya.

Berangkat dari petunjuk Allah ini tidak layak bagi kita untuk sibuk mempersoalkan kekurangan ataupun kesalahan, apalagi kekurangan yang sulit dihilangkan, sepanjang ia tidak melakukan kekejian yang nyata. Betapa pun banyak yang tidak kita sukai darinya, kemesraan dengannya tak akan pudar jika kita mencoba untuk berbaik sangka kepada Allah, barangkali di balik itu Allah berikan kebaikan yang sangat besar. Sebaliknya, sesedikit apa pun keburukannya, bila kita sibuk menyebut-nyebut dan mengingatnya, akan sangat memberatkan jiwa. Dampak selanjutnya tidak hanya bagi hubungan suami istri, tetapi merembet pada hubungan kita dan si kecil.

Terimalah ia apa adanya. Terimalah kekurangannya dengan keikhlasan hati maka akan kita temukan cinta yang bersemi indah. Sesudahnya berupaya memperbaiki dan bukan menuntut untuk sempurna. Bukankah kita sendiri mempunyai kekurangan, mengapa kita sibuk menuntut istri untuk sempurna? Ada amanat yang harus kita emban ketika kita menikah. Ada ruang untuk saling berbagi. Ada ruang untuk saling memperbaiki. Dan bukan saling mengeluhkan, alih-alih menyebut-nyebut kekurangan.

Pahamilah kekhilafannya agar ia merasa ringan dalam memperbaiki, meski bukan berarti kita lantas membiarkan kesalahan. Berikanlah dukungan dan kehangatan kepadanya sehingga ia berbesar hati menghadapi tantangan-tantangan yang ada di depan. Tunjukkanlah bahwa kita memang sangat menghargainya, menerimanya dengan tulus, mau mengerti dan bersemangat mendampinginya.

Dalam buku ini Ustaz Fauzil memang tidak hanya membahas seputar keikhlasan menerima pasangan kita apa adanya. Namun tampaknya beliau memandang masalah yang remeh temeh ini dalam beberapa hal telah menjadi batu karang yang cukup terjal yang kemudian melahirkan benih-benih konflik dan alih-alih perceraian.

Seperti pada bagian akhir, beliau menjelaskan bagaimana upaya belajar itu tidak sebatas menerima apa adanya, tetapi juga diikuti dengan belajar mendengar dengan sepenuh hati. Karena tidak jarang kita bukan tidak paham jawaban yang sesungguhnya diinginkan di balik pertanyaan pasangan.

Cukup banyak hal sepele yang tampaknya kita anggap telah kita berikan tetapi ternyata hal itu jauh meleset dari dugaan. Kita bukan mendengar pasangan tetapi mendengar diri sendiri, kita bukan memberi solusi tapi malah menambah materi. Kita bukan memberi jalan keluar alih-alih menghakimi. Kita bukan memberikan jawaban, tetapi malah memberikan pertanyaan. Kita bukan meringankan tetapi malah memberatkan. Benarkah?

Al akhir, kekayaan itu ada di jiwa. Dan keping kekayaan itu dimulai dari ketulusan menerima. Dengan kekayaan jiwa kita akan lebih mudah memberikan empati, lebih mudah untuk memahami, lebih mudah untuk berbagi dan lebih mudah mendengar dengan sepenuh hati.

Hari ini, ketika kita bermimpi tentang sebuah pernikahan yang romantis sementara ikatan batin di antara kita dan pasangan begitu rapuh, sudahkah kita berterima kasih kepadanya? Sudahkah kita meminta maaf atas kesalahan kesalahan kita? Jika belum, mulailah dengan meminta maaf atas kesalahan-kesalahan kita dan ungkapkan sebuah panggilan sayang untuknya. Mulailah dari yang paling mudah, hatta yang paling remeh atau kecil sekalipun. Mulailah dari yang paling kecil, demikian Ustaz Aa' berpesan. Little things mean a lot, demikian Ustaz Fauzil menambahkan. Agar cinta bersemi dalam keluarga kita, agar cinta senantiasa berbunga dalam kehidupan kita.

Masya Allah.
Subhanallah.
Alhamdulillahirabbil alamiin.
Wallahu alam bisshawab.

(bagi yang belum menikah tidak usah khawatir, jika engkau jaga risalah Allah adalah sebuah keniscayaan jika Allah kan berikan yang terbaik buat antum, sekali lagi terbaik dalam perspektif Allah, dan bukan perpektif kita)

Read More..

Sayangilah Aku Hingga Ujung Waktu

Kalau kita berbicara tentang pernikahan, pasti semua mengharapkan yang enak-enak atau kondisi ideal. Normal aja dong, kalau mengharapkan kriteria ideal untuk calon pasangan hidupnya. Sang pemuda mengharapkan calon istri yang cantik jelita, keluarganya tajir, pinter, akhlak mulia, sholehah, dll. Begitu juga sang wanita ingin punya suami yang ganteng, kaya, sabar, pinter, bertanggung jawab, setia, akhlaknya memikat, dan sebagainya. Coba bayangin semua ini terjadi pada diri kita, wuah...surga dunia tuh! Siapa sih yang gak mau, iya gak?

Saat kita lanjut usia, rambut mulai satu-persatu rontok, raga pun perlahan rapuh dan sepuh, sang istri atau suami masih tetap setia mendampingi. Saat di pembaringan, ada yang mijitin pundak hingga kitapun tertidur pulas. Saat dingin menyerang rangkulan kekasih pun semakin erat, bersama saling menopang saat kaki-kaki kita semakin melemah. Kalau sedih ada yang menghibur, saat senang, apalagi, wuah...uendah nian.

Namun, menurut Hasan Al Banna, waktu itu adalah kehidupan, ia tak pernah berhenti sesaatpun, seiring waktu berlalu, istri semakin keriput dan endut. Tapi menurut sang suami, "Istriku masih yang tercantik," sementara suami pun perutnya udah buncit, tapi menurut sang istri, "Engkaulah satu-satunya Pangeran dalam istana hatiku."

Kebesaran Allah SWT pun selalu tampak di dalam rumah tangga. Setiap anggota keluarga melakukan sholat berjamaah, qiyamullail, membaca Al Qur'an, tasbih, tahmid, saling bertausyiah, bermaafan, menasehati, dan mengingatkan. Inilah hasil dari sepasang anak manusia yang menikah karena ingin mengharapkan ridho-Nya dan cita-cita Islam serta kemegahan ajaran-Nya. Inilah dia surga yang disegerakan sebelum surga yang kekal abadi.

Semua diatas adalah harapan setiap pasangan. Namun, tak jarang juga ditemukan dalam suatu keluarga yang terjadi adalah sebaliknya. Dari istri yang dibilang gak pinter mengatur rumah tangga, menjaga anak, atau suami yang selalu pulang malam tak peduli dengan anak dan istri, dan macam-macam lagi. Kata nista, kata-kata yang nyelekit, tuduhan, makian bahkan saling memukul, bisa juga terjadi pada sebuah keluarga, yang gini nih sepet banget! Rumah tangga serasa bagai hidup di neraka, tak ada ketenangan apalagi kasih sayang.

Emang ya, segala sesuatu itu bisa tak seindah bayangan semula. Ada bunga-bunga indah, namun cukup banyak juga onak dan duri yang siap menghadang. Karena itu, berbagai masalah kehidupan dalam lembaga pernikahan harus dihadapi secara realistis oleh setiap pasangan.

Apalagi hidup di zaman seperti sekarang ini memang tak mudah, namun Al Qur'an memberikan arahan dalam kehidupan berumah tangga, ".... dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik.... [QS Ath Thalaaq: 6] "..... dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian, bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." [QS An Nisaa': 19]

Seperti gading, tak ada yang tak retak, begitu juga manusia, tak ada yang sempurna. Setiap kita pasti ada kekurangannya, bisa saja seorang suami atau istri terlihat mempunyai satu kekurangan, namun kalau dipikir-pikir lebih banyak kelebihannya. Apakah kekurangannya saja yang diperhatikan oleh pasangannya atau kedua-duanya dengan pertimbangan yang adil?

Konflik dalam kehidupan rumah tangga juga tak jarang menyebabkan banyak pasangan kehilangan cinta yang dulunya mempersatukan mereka, dan Allah SWT juga telah memberikan arahan yang jelas, "Hai orang-orang mu'min, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS At Taghaabun: 14]

Karena itu, sesungguhnya dalam kehidupan berkeluarga yang kita harapkan adalah indahnya keampunan Allah dan surga-Nya, juga kasih sayang orang-orang yang terdekat dengan kita, yang setiap hari saling membutuhkan, karena itu 'sayangilah aku (pasangan hidupmu) hingga ujung waktu.'

Wahai akhi wa ukhti fillah, mari kita saling mendoakan ya,
Semoga dengan kita mengambil panduan Al Qur'an dan sunnah Rasul-Nya serta contoh teladan dari keluarga Rasulullah SAW, akan semakin banyak rumah tangga yang tadinya kurang sakinah kembali menjadi sakinah, rumah tangga yang sakinah menjadi lebih sakinah, dan insya Allah pula saudara-saudara yang belum berumah tangga dikabulkan do'anya berupa pasangan hidup yang sholeh atau sholehah, aamiin allahumma aamiin.

Wallahu alam bi showab,

Sumber : kaharuddinmustafa

Read More..

Kata Mutiara

Dikutip dari http://azzam-ku.blogspot.com/
Harta yang paling menguntungkan ialah SABAR.
Teman yang paling akrab adalah AMAL.
Pengawal peribadi yang paling waspada adalah DIAM.
Bahasa yang paling manis adalah SENYUM.
Dan ibadah yang paling indah tentunya KHUSYUK

Tersenyumlah ketika kebahagiaan menyapamu…
Tersenyumlah ketika kemudahan besertamu…
Tersenyumlah ketika kesedihan menghampirimu…
Tersenyumlah ketika ujian menerpamu…
Tersenyumlah lambang keceriaanmu…
Tersenyumlah lambang ketabahanmu….
Tersenyumlah lambang kesebaranmu…


Jadilah seperti bintang yang cahayanya berpendar ke segala penjuru, yang kian hari semakin terang benderang. Cahaya yang keberadaannya menguatkan bintang lain, yang cahayanya menembus bumi menerangi kelamnya malam.
“Jadilah insan yang bermanfaat bagi sekitarmu”


Kupetik setasbih rintik dari bibir gerimis
Kutanamkan dalam relung tumbuh bening nurani
Disirami perih rimbun rindu
Dipupuk luka, lalu mekar cinta-Mu.
Dan kuambil embun Tahmid tuk ku simpan pula di relung hati
Tuk meraih cinta-Mu Ya Rabb, tapi ku sadari itu semua tidaklah cukup dibandingkan cinta-Mu kepada kami.


“Jangan merasa karunia Allah lambat datang padamu, tapi tengoklah dirimu yang lambat menghadap-Nya”


Perjalanan masih panjang, setia dalam dakwa adalah pilihan, kelelahan adalah sejarah perjuangan, sifat pahlawan adalah symbol pembuktian diri dalam berdakwah.
KEEP HAMASAH


Pemuda islam itu, pemuda yang rela berjalan ditengah panasnya matahari, rela berjalan ditengah derasnya hujan. Baginya panas dan hujan rela ia hadapi demi meraih cinta dari-NYA meski perjuangan terasa berat dan melelahkan dan kini ia sedang membaca sms ini…


Pahlawan mu‟min sejati adalah petarung yang bersinar wajahnya dibawah kilat pedang kebenaran.
Risau hatinya kala dakwah tampak melemah.Darah dan peluhnya menjadi shodaqoh pertarungannya.Tak pernah berpikir bagaimana jika dia kalah, karena dia selalu sibuk menyiapkan kemenangan yang diridhai Allah.Jangan lupa indahnya jannah, walau energy seakan musnah disapu bertumpuknya amanah dakwah.


Dunia berjalan meninggalkan manusia, sementara akhirat berjalan menjemput manusia.Masing-masing dari keduanya memiliki generasi.Maka jadilah generasi akhirat dan jangan menjadi generasi dunia.Karena hari ini yang ada adalah amal tanpa hisab, sementara diakhirat ada hisab tanpa lagi ada amal. Maka bumbuilah hidup ini dengan ilmu, amal, perjuangan dan kesabaran.


Beruntunglah bagi setiap jiwa yang mengemban tugas kebenaran. Jangan pernah matikan hatimu untuk menjadi semangat yang selalu bercahaya.Karena cahaya kita adalah penerang.Semangat yang redup.Jadilah jiwa yang terpanggil untuk lelah. Lelah menuju tempat peristirahatan hakiki, yakni SYURGA


Barangsiapa yang memelihara ketaatan kepada Allah SWT ketika masih muda dan masa kuatnya, maka Allah SWT akan memelihara kekuatannya disaat tua dan saat kekuatannya melemah. Ia akan tetap diberi kekuatan pendengaran, penglihatan, akal, kemampuan berpikir. (Ibnu Rajab)

Cinta itu indah…
Bekerja pada relung yang luas. Inti pekerjaannya adalah “memberi” apapun yang kita bisa dan yang diperlukan oleh orang-orang yang kita cintai untuk tumbuh menjadi lebih baik dan berbahagia.


Cinta sejati adalah sepenggal kata yang merindui kesetiaan dan ketulusan dari sang kekasih. Cinta tanpa syarat.Sungguh kita mengharapkan sebuah cinta yang menjulang ke akhirat, tapi mampukah kita menciptakan keabadian cinta? Masuki dunia kekasih kita dengan mengenali-Nya, menta‟arufi-Nya secara utuh dan akan kita temui harapan itu….


Aku tahu rizkiku tak mungkin diambil orang lain, makanya hatiku tenang.
Aku tahu amalku tak mungkin dikerjakan orang lain, makanya aku sibukkan diriku beramal.
Allah Maha Mengetahui dan Melihat, makanya aku malu bila Allah mendapatiku maksiat.



Read More..